Beberapa hari kemudian Hanny mengajakku berenang di Cisarua. Sebenarnya kalau aku disuruh berenang sendirian kesana aku bisa kedinginan. Karena ada bara yang akan menghangatkanku, dengan senang hati kuikuti ajakannya.
Hanya ada beberapa orang yang berenang disana. Kupikir karena hari ini bukan hari libur atau akhir minggu. Jadi paling-paling hanya orang dari Bogor dan sekitarnya saja yang datang.
Selesai berenang tidak langsung pulang, Hanny mengajakku jalan-jalan dikebun teh. Menyusuri jalan setapak, kemudian Hanny menyeretku masuk kedalam rerimbunan rumpun teh agak jauh dari jalan setapak tadi. Hanya yang kelihatan pandangan cuma daun dan pohon teh saja. Jalan raya dan jalan setapak sudah tidak kelihatan. Kami berhenti dan tidak lama kedua tangannya menggayut manja dileherku.
Dikeluarkannya handuk besar yang dipakai mengeringkan tubuh seusai berenang tadi. Dihamparkan diatas rerumputan diantara pepohonan teh.
Hmmm..!!!.
Rupanya ia ingin mengulangi peristiwa dipekarangan belakang rumahnya. Matahari sudah agak condong kebarat. Udara dingin menyapu tubuh kami.
"Ada orang lewat nanti Han!" kataku mengingatkan.
"Tidak ada. Pemetik teh tidak akan datang kekebun sore-sore begini. Kalau ada yang lewat pasti dia pasangan berbeda jenis seperti kita yang juga mencari tempat" katanya sambil tertawa kecil.
Benar juga kupikir. Mungkin kalau hari libur banyak orang Jakarta yang mencari udara segar bisa saja tersesat sampai ditempat kami, namun sekarang bukan hari libur. Jadi kupikir aman saja. Resiko selalu ada, tapi masih imbang dengan keuntungannya.
Tidak lama kami berdua sudah berbaring berpelukan dalam keadaan bugil. Kucium bibirnya dan kuremas buah dadanya. Ia merintih, nafsunya mulai bangkit. Kubalikkan tubuhnya sehingga membelakangiku. Kuciumi tengkuk, telinga, leher dan punggungnya.
"Ouhh jangan kau siksa aku.. Ayo kita lanjutkan Say.."
Kami kembali berbaring miring berhadapan. Kuremas dadanya dengan kuat, kupilin putingnya. Kemaluanku cepat mengeras. Mulutnya mencari bibirku ketika bibirku sedang menjilati lehernya. Kuangkat sebelah kaki yang ada diatas dan kucoba memasukkan kemaluanku kedalam vaginanya. Beberapa kali kucoba dan hanya kepala penisku yang bisa menyentuh bibir vaginanya. Akhirnya Hanny memajukan pantatnya, dada dan kepalanya menjauh dari tubuhku. Dengan posisi ini akhirnya dengan kerja keras aku bisa menembus vaginanya. Kudorong pantatku maju-mundur dengan pelan. Agak sulit melakukannya dengan posisi miring. Kuputar badannya, tubuhku kini ada diatasnya. Kugenjot vaginanya. Tak berapa lama kembali ia memainkan otot vaginanya. Aku membiarkan ia bermain sendiri tanpa membalas kedutan ototnya.
Pantatku bergerak naik-turun dan rasa nikmat menjalar disekujur tubuh. Kadang pantatku kugantung dan ia menaikkan pantatnya, menyongsong dari bawah. Bertahan dengan posisi ini beberapa saat sampai akhirnya aku merasakan denyutan yang kuat diujung penis dan suatu aliran yang cepat mengalir dalam saluran kencingku.
Keringat sudah membanjir ditubuh. Dinginnya udara tidak terasa lagi. Kupacu kudaku mendaki lereng terjal menuju kepuncak penuh kenikmatan. Saling memagut, mencium, meremas dan menjilat bagian tubuh yang bisa dicapai dengan mulut dan tangan.
"Aku tidak tahan lagi. Hebat kamu Sayang, aku keluar.. Oukhh"
"Eeahh.. Haahhnn .. Nnyyhh!"
Ia berteriak dan badannya melengkung. Kuselesaikan permainan ini dengan sempurna. Kutekan kemaluanku sedalam yang aku bisa. Tangannya mencengkeram handuk. Sunyi sejenak tanpa ada suara apapun kecuali nafas kami yang hampir putus.
Hanny memutarkan tubuhnya tanpa melepaskan kemaluanku, dalam posisi diatasku.
"Luar biasa kamu Sayang, aku.. Seperti.. Tidak mau melepaskanmu".
"Aku juga sangat puas, permainanmu juga hebatth" kataku sambil mengacungkan jempol.
Kami turun ke Bogor dan pulang kerumah. Malamnya ia kekamar kostku sambil membawa sekantung anggur hijau untukku. Ia memberi kode jari tengah bertemu dengan ibu jari. Aku menggeleng, kukatakan tenagaku sudah habis, nanti malah kamu kecewa. Luar biasa wanita ini, seakan gairahnya tidak pernah padam. Ia tersenyum, mengerti dengan keadaanku yang memang sangat kelelahan. Akhirnya ia pulang dan aku pun tidur dengan memeluk guling erat-erat.
Pengalaman berikutnya terjadi setelah kami bergumul disebuah bungalow dikawasan Puncak. Sengaja kami memilih bungalow yang paling ujung dan sudut. Dibelakang bungalow ada tanah kosong yang ditanami rerumputan selebar tiga meter dan kemudian dibatasi dengan tembok yang mengelilingi kompleks bungalow. Keadaan dibelakang bungalow ini tidak akan terlihat dari sudut manapun.
Satu babak permainan yang panjang dan liar sudah kami selesaikan dengan satu hentakan dan dengusan nafas panjang. Keadaan ranjang berantakan sekali. Sprei sudah terlepas dan tersingkap kemana-mana. Bantal dan guling berjatuhan dilantai. Pakaian berceceran dilantai.
Setelah mandi bersama dengan air panas kubawa kursi plastik tanpa sandaran tangan yang ada diteras bungalow kebelakang. Aku telanjang dada, hanya mengenakan celana pendek tanpa celana dalam. Kupikir mengenakan celana dalam pun percuma. Tetanggaku yang binal ini masih minta extra show.
Aku duduk sambil mengamati bunga yang banyak tumbuh disana. Sejuknya udara puncak membuatku berniat masuk kekamar. Tapi sebelum aku beranjak Hanny menyusulku mengenakan jubah mandi. Aku yakin 101%, dibalik jubah mandinya tidak mengenakan apa-apa lagi.
"Enak juga duduk disini, sepi" katanya sambil menjatuhkan pantatnya dipangkuanku. Tangannya langsung merangkul leherku.
Kami ngobrol, sementara tubuhnya masih berada dipangkuanku. Sejuknya udara hilang begitu saja karena panas tubuh kami yang saling menghangatkan. Hanny mulai menggelitik telingaku dengan lidahnya;
"Lagi dong.. Yang!" bisiknya lirih.
Kuubah posisi duduknya sehingga ia kupangku dengan tubuh berhadapan. Kutarik rambutnya kebelakang sehingga kepalanya menengadah dan lehernya yang putih mulus segera basah oleh jilatan dan kecupanku.
Perlahan-lahan kejantananku bangkit kembali. Kemudian kutarik tali jubah mandinya. Mataku tak berkedip. Buah dadanya yang montok putih mulus dengan puting yang coklat kemerahan terasa menantang untuk kulumat. Kuremas-remas lembut payudaranya yang semakin mengeras.
"Ohh.. Teruss Sayang.. Teruss..!" desahnya.
Kuhisap-hisap putingnya yang keras seperti kelereng, sementara tangan kiriku meremas pinggang dan buah pantatnya. Desahan kenikmatan semakin keras terdengar dari mulutnya. Kemudian ciumanku beralih kearah ketiaknya. Hanny mengangkat lengannya untuk memberikan kesempatan padaku menciumi ketiaknya. Ia kegelian sambil mendesah, matanya terpejam dan kepalanya menengadah.
Ia terkekeh ketika melihat kejantananku sudah setengah berdiri menempel pada perutnya. Tanpa basa-basi, ia menyambar kejantananku dan meremasnya.
"Oh.., ennaakk.., terussh..!"
Desahku ternyata mengundang gairahnya untuk berbuat lebih jauh. Ia melepaskan pelukanku dan berjongkok. Ditarik celanaku hingga terlepas dan melumat kepala kejantananku.
"Uf.. Sshh.. Auhh.. Nikmmaat..".
Ia tidak memberikan kesempatan kepadaku untuk berbuat banyak kecuali merintih dan memegang kepalanya. Dengan semangat, bibirnya mengulum dan tangannya mengurut batang kejantananku. Aku terbuai dengan sejuta kenikmatan. Tangannya terus mengocok dan mulutnya terus melumat dan kepalanya bergerak maju-mundur.
"Oh.. aduhh..!" teriakku dengan penuh kenikmatan.
Kuangkat lengannya hingga berdiri, kemudian berputa. Aku dudukkan dia diatas kursi, Ia mengerti maksudku. Posisi duduknya agak maju, kakinya dibuka lebar. Kusibakkan pahanya semakin lebar. Aku melihat vaginanya yang berwarna merah muda dengan rumput hitam tebal tertata rapi.
Aku jongkok didepannya. Jari tengah dan ibu jariku membuka vaginanya. Dengan penuh nafsu, aku menciumi kemaluannya dan kujilati seluruh bibir luar sampai bibir dalamnya.
"Oh.. teruss.. Sayang.. Aduhh.. Nikmat.. Yang...".
Aku terus memainkan klitorisnya yang sebesar biji kacang tanah. Seperti orang yang sedang berciuman, bibirku merapat dibelahan vaginanya dan lidahku terus berputar-putar didalamnya.
"Sayang.. oh.. teruss Sayangg.. Oh.. Hhh!!".
Desis kenikmatan yang keluar dari mulutnya, semakin membuat gairahku berkobar. Kusibakkan bibir kemaluannya tanpa menghentikan aksi lidahku.
"OOoh.. Nikmat.. Teruss.. Teruss.." semakin merintih.
Ia menekan kepalaku dan menjepit dengan pahanya. Ia mengangkat pinggul, cairan lendir yang keluar dari dinding vaginanya semakin membanjir. Seperti yang ia lakukan padaku, aku juga tidak memberikan kesempatan padanya untuk melepaskan kepalaku. Vaginanya sudah basah terkena ludah bercampur lendirnya. Aku jilat lagi, terasa sedikit asin tapi nikmat.
"Sudah Yang.. Sudah.. Sayang kita..!!"
Aku meraih tangannya dan kubaringkan diatas rumput. Rambutnya sudah awut-awutan, jubah mandinya sudah melorot. Dengan sedikit mengerakkan badan, maka jubah mandinya pun terlepas, menjadi alas tempat kami bergulat. Kemudian sama-sama berpagutan bibir. Wanita cantik ini benar-benar sangat agresif dan ekspresif.
Badanku berguling, aku ingin untuk sementara ia yang mengendalikan kapal. Ia menjilat leher, dada dan putingku. Aku merasakan nikmat yang luar biasa. Hanny tersenyum. Lalu kucium bibirnya. Kami berciuman kembali. Lidahnya masuk kedalam mulutku, menari dalam rongga mulutku dan menjilati langit-langit mulutku. Aku membalas dengan mengulum dan menghisap lidahnya.
Gairah semakin bergelora dan kini saatnya untuk menimba kenikmatan. Kutarik batang kejantananku hingga semakin tegak dan memanjang. Pinggulnya naik dan bergerak diatas pahaku. Kumasukkan kejantananku kedalam vaginanya yang basah.
Blesshh..!!!. Sleeeph..!!!.
"Hhhahh!! Ooh.., enakk..".
Tanpa mengalami hambatan, kejantananku terus menerjang kedalam vaginanya.
"Oh.., Gimana.. Rasanya Sayang.., Ouuh!!" ia berbisik.
Batang penisku sepeti dipilin-pilin. Hanny terus menggoyangkan pinggulnya.
"Oh.. Hannyku.. Terus.. Sayang.. Mmhhkk..".
Pinggulnya kuhujam lagi lebih dalam. Hentakan pinggulnya maju-mundur, naik-turun dan berputar semakin menenggelamkan penisku kelubang kenikmatannya.
"Oh.. Hisap dadaku.. Sayaangg, remass.. Terus.. Oh.. Uhhh..!"
Erangan dan rintihan kenikmatan terus memancar dari mulutnya.
"Oh.. Hanny.., terus lebih cepat.." teriakku menambah semangatnya.
Goyangan pinggulnya semakin dipercepat. Tangannya menekan kuat dadaku. Aku menaikkan pinggulku dan bergerak melawan arah gerakan pinggulnya agar bisa saling memberikan kenikmatan.
"Ahh.. Ah.., aku.. Cepat.. Aku.. Maa.. Uu.. Keluuaarr.. Oh..!" ia mendesah.
"Jangan.. Ta.. Han dulu aku masih ingin menik.. Mati tu.. Buh.. Mu!" kataku terengah-engah.
Aku tahu wanita ini hampir mencapai puncak kulminasi kepuasannya.
Kemudian aku membalik tubuhnya, sehingga posisinya dibawah. Kuputar dan pinggulku naik-turun. Ia membalasnya dengan gerakan berlawanan. Kalau aku berputar kekiri, ia kekanan. Kalau aku menaikkan pinggul ia menurunkannya dan ketika aku menurunkan pinggulku, maka pinggulnya pun naik menyambut hantamanku sambil memekik kecil.
Kuberikan isyarat agar berhenti dulu, istirahat sejenak. Hanya diam dan berpelukan. Kali ini tidak ada erangan atau pekikan. Yang ada hanya desisan kecil dan desahan lembut. Otot kemaluan kami saling berkontraksi. Rasanya kejantananku seperti dihisap oleh sesuatu yang lembut. Tangannya terus mengelus punggung dan pinggangku.
Setelah beberapa saat berdiam, perlahan aku mulai menggenjotnya lagi. Kuberikan irama 7-1. Aku menggenjotnya dengan pelan tujuh kali dan berikutnya kuhempaskan seluruh tubuhku diatas tubuhnya.
"Hhgghhkk..". Ia menahan napas menahan gempuranku.
Bibirnya mengejar putingku dan mengulumnya.
"Ohh.. Hanny.. Geli..” Desahku lirih.
Hanny tidak peduli. Ia terus mengecup, mengulum putingku kanan-kiri bergantian.
Karena rangsangan pada putingku, kupercepat genjotanku hingga ia memekik kecil.
"Oh.. Sayang.. Nikmatnya.. Jantanku.. Kamu..!"
Ia hanya diam menunggu dan menikmati gerakanku. Beberapa saat ia masih diam saja, seolah-olah pasrah. Aku menjadi gemas, kutarik rambutnya kebelakang. Dadanya naik dan kugigit putingnya. Kukecup gundukan payudaranya kuat sampai memerah
"Ouhh.. Sakit.. Per.. Rih. Ouhh..!"
Aku tidak kuat lagi menahan desakan dalam saluran kencingku. Kutatap matanya dan kubisikkan kata;
" Sekarang.. Yang.. Sekarang".
Ia mengangguk lemah.
" Yyachh.. Eghhkk".
Begitu semprotan pertama kurasakan sudah diujung kepala penisku, maka kembali kuhempaskan tubuhku kebawah. Hanny menyambutnya dengan menaikkan pinggulnya kemudian memutar dengan cepat dan kembali turun. Tangannya menjambak rambutku dan kemudian memukul-mukul rerumputan. Aku menarik rambutnya dan kepalaku kutekan dilehernya.
"Oh.. Sayang.. kau begitu pintar memuaskanku. Gila.. Kau liar sekali kuda Arabku" ujarnya.
Denyutan demi denyutan berlalu dan semakin melemah. Kukecup kening dan bibirnya dan menggelosor disampingnya.
"Kalau begini terus rasanya aku tidak usah pakai pakaian saja Yang..!" katanya mesra sambil mengusap-usap dadaku.
Setelah beberapa lamanya berpelukan dan beberapa kali ciuman ringan, udara dingin kembali terasa.
Kami masuk kedalam. Mandi berpelukan berendam dalam air hangat dan memejamkan mata. Setelah itu kami makan sate kambing dan minum air jahe untuk bekal pertempuran berikutnya. Aku sebenarnya sudah puas dan cukup. Karena ia memintanya lagi, aku harus bersiap lagi.
Setelah selesai memuaskan birahi tetangga binalku itu dengan beberapa ronde lagi, kami langsung pulang.
Hanya ada beberapa orang yang berenang disana. Kupikir karena hari ini bukan hari libur atau akhir minggu. Jadi paling-paling hanya orang dari Bogor dan sekitarnya saja yang datang.
Selesai berenang tidak langsung pulang, Hanny mengajakku jalan-jalan dikebun teh. Menyusuri jalan setapak, kemudian Hanny menyeretku masuk kedalam rerimbunan rumpun teh agak jauh dari jalan setapak tadi. Hanya yang kelihatan pandangan cuma daun dan pohon teh saja. Jalan raya dan jalan setapak sudah tidak kelihatan. Kami berhenti dan tidak lama kedua tangannya menggayut manja dileherku.
Dikeluarkannya handuk besar yang dipakai mengeringkan tubuh seusai berenang tadi. Dihamparkan diatas rerumputan diantara pepohonan teh.
Hmmm..!!!.
Rupanya ia ingin mengulangi peristiwa dipekarangan belakang rumahnya. Matahari sudah agak condong kebarat. Udara dingin menyapu tubuh kami.
"Ada orang lewat nanti Han!" kataku mengingatkan.
"Tidak ada. Pemetik teh tidak akan datang kekebun sore-sore begini. Kalau ada yang lewat pasti dia pasangan berbeda jenis seperti kita yang juga mencari tempat" katanya sambil tertawa kecil.
Benar juga kupikir. Mungkin kalau hari libur banyak orang Jakarta yang mencari udara segar bisa saja tersesat sampai ditempat kami, namun sekarang bukan hari libur. Jadi kupikir aman saja. Resiko selalu ada, tapi masih imbang dengan keuntungannya.
Tidak lama kami berdua sudah berbaring berpelukan dalam keadaan bugil. Kucium bibirnya dan kuremas buah dadanya. Ia merintih, nafsunya mulai bangkit. Kubalikkan tubuhnya sehingga membelakangiku. Kuciumi tengkuk, telinga, leher dan punggungnya.
"Ouhh jangan kau siksa aku.. Ayo kita lanjutkan Say.."
Kami kembali berbaring miring berhadapan. Kuremas dadanya dengan kuat, kupilin putingnya. Kemaluanku cepat mengeras. Mulutnya mencari bibirku ketika bibirku sedang menjilati lehernya. Kuangkat sebelah kaki yang ada diatas dan kucoba memasukkan kemaluanku kedalam vaginanya. Beberapa kali kucoba dan hanya kepala penisku yang bisa menyentuh bibir vaginanya. Akhirnya Hanny memajukan pantatnya, dada dan kepalanya menjauh dari tubuhku. Dengan posisi ini akhirnya dengan kerja keras aku bisa menembus vaginanya. Kudorong pantatku maju-mundur dengan pelan. Agak sulit melakukannya dengan posisi miring. Kuputar badannya, tubuhku kini ada diatasnya. Kugenjot vaginanya. Tak berapa lama kembali ia memainkan otot vaginanya. Aku membiarkan ia bermain sendiri tanpa membalas kedutan ototnya.
Pantatku bergerak naik-turun dan rasa nikmat menjalar disekujur tubuh. Kadang pantatku kugantung dan ia menaikkan pantatnya, menyongsong dari bawah. Bertahan dengan posisi ini beberapa saat sampai akhirnya aku merasakan denyutan yang kuat diujung penis dan suatu aliran yang cepat mengalir dalam saluran kencingku.
Keringat sudah membanjir ditubuh. Dinginnya udara tidak terasa lagi. Kupacu kudaku mendaki lereng terjal menuju kepuncak penuh kenikmatan. Saling memagut, mencium, meremas dan menjilat bagian tubuh yang bisa dicapai dengan mulut dan tangan.
"Aku tidak tahan lagi. Hebat kamu Sayang, aku keluar.. Oukhh"
"Eeahh.. Haahhnn .. Nnyyhh!"
Ia berteriak dan badannya melengkung. Kuselesaikan permainan ini dengan sempurna. Kutekan kemaluanku sedalam yang aku bisa. Tangannya mencengkeram handuk. Sunyi sejenak tanpa ada suara apapun kecuali nafas kami yang hampir putus.
Hanny memutarkan tubuhnya tanpa melepaskan kemaluanku, dalam posisi diatasku.
"Luar biasa kamu Sayang, aku.. Seperti.. Tidak mau melepaskanmu".
"Aku juga sangat puas, permainanmu juga hebatth" kataku sambil mengacungkan jempol.
Kami turun ke Bogor dan pulang kerumah. Malamnya ia kekamar kostku sambil membawa sekantung anggur hijau untukku. Ia memberi kode jari tengah bertemu dengan ibu jari. Aku menggeleng, kukatakan tenagaku sudah habis, nanti malah kamu kecewa. Luar biasa wanita ini, seakan gairahnya tidak pernah padam. Ia tersenyum, mengerti dengan keadaanku yang memang sangat kelelahan. Akhirnya ia pulang dan aku pun tidur dengan memeluk guling erat-erat.
Pengalaman berikutnya terjadi setelah kami bergumul disebuah bungalow dikawasan Puncak. Sengaja kami memilih bungalow yang paling ujung dan sudut. Dibelakang bungalow ada tanah kosong yang ditanami rerumputan selebar tiga meter dan kemudian dibatasi dengan tembok yang mengelilingi kompleks bungalow. Keadaan dibelakang bungalow ini tidak akan terlihat dari sudut manapun.
Satu babak permainan yang panjang dan liar sudah kami selesaikan dengan satu hentakan dan dengusan nafas panjang. Keadaan ranjang berantakan sekali. Sprei sudah terlepas dan tersingkap kemana-mana. Bantal dan guling berjatuhan dilantai. Pakaian berceceran dilantai.
Setelah mandi bersama dengan air panas kubawa kursi plastik tanpa sandaran tangan yang ada diteras bungalow kebelakang. Aku telanjang dada, hanya mengenakan celana pendek tanpa celana dalam. Kupikir mengenakan celana dalam pun percuma. Tetanggaku yang binal ini masih minta extra show.
Aku duduk sambil mengamati bunga yang banyak tumbuh disana. Sejuknya udara puncak membuatku berniat masuk kekamar. Tapi sebelum aku beranjak Hanny menyusulku mengenakan jubah mandi. Aku yakin 101%, dibalik jubah mandinya tidak mengenakan apa-apa lagi.
"Enak juga duduk disini, sepi" katanya sambil menjatuhkan pantatnya dipangkuanku. Tangannya langsung merangkul leherku.
Kami ngobrol, sementara tubuhnya masih berada dipangkuanku. Sejuknya udara hilang begitu saja karena panas tubuh kami yang saling menghangatkan. Hanny mulai menggelitik telingaku dengan lidahnya;
"Lagi dong.. Yang!" bisiknya lirih.
Kuubah posisi duduknya sehingga ia kupangku dengan tubuh berhadapan. Kutarik rambutnya kebelakang sehingga kepalanya menengadah dan lehernya yang putih mulus segera basah oleh jilatan dan kecupanku.
Perlahan-lahan kejantananku bangkit kembali. Kemudian kutarik tali jubah mandinya. Mataku tak berkedip. Buah dadanya yang montok putih mulus dengan puting yang coklat kemerahan terasa menantang untuk kulumat. Kuremas-remas lembut payudaranya yang semakin mengeras.
"Ohh.. Teruss Sayang.. Teruss..!" desahnya.
Kuhisap-hisap putingnya yang keras seperti kelereng, sementara tangan kiriku meremas pinggang dan buah pantatnya. Desahan kenikmatan semakin keras terdengar dari mulutnya. Kemudian ciumanku beralih kearah ketiaknya. Hanny mengangkat lengannya untuk memberikan kesempatan padaku menciumi ketiaknya. Ia kegelian sambil mendesah, matanya terpejam dan kepalanya menengadah.
Ia terkekeh ketika melihat kejantananku sudah setengah berdiri menempel pada perutnya. Tanpa basa-basi, ia menyambar kejantananku dan meremasnya.
"Oh.., ennaakk.., terussh..!"
Desahku ternyata mengundang gairahnya untuk berbuat lebih jauh. Ia melepaskan pelukanku dan berjongkok. Ditarik celanaku hingga terlepas dan melumat kepala kejantananku.
"Uf.. Sshh.. Auhh.. Nikmmaat..".
Ia tidak memberikan kesempatan kepadaku untuk berbuat banyak kecuali merintih dan memegang kepalanya. Dengan semangat, bibirnya mengulum dan tangannya mengurut batang kejantananku. Aku terbuai dengan sejuta kenikmatan. Tangannya terus mengocok dan mulutnya terus melumat dan kepalanya bergerak maju-mundur.
"Oh.. aduhh..!" teriakku dengan penuh kenikmatan.
Kuangkat lengannya hingga berdiri, kemudian berputa. Aku dudukkan dia diatas kursi, Ia mengerti maksudku. Posisi duduknya agak maju, kakinya dibuka lebar. Kusibakkan pahanya semakin lebar. Aku melihat vaginanya yang berwarna merah muda dengan rumput hitam tebal tertata rapi.
Aku jongkok didepannya. Jari tengah dan ibu jariku membuka vaginanya. Dengan penuh nafsu, aku menciumi kemaluannya dan kujilati seluruh bibir luar sampai bibir dalamnya.
"Oh.. teruss.. Sayang.. Aduhh.. Nikmat.. Yang...".
Aku terus memainkan klitorisnya yang sebesar biji kacang tanah. Seperti orang yang sedang berciuman, bibirku merapat dibelahan vaginanya dan lidahku terus berputar-putar didalamnya.
"Sayang.. oh.. teruss Sayangg.. Oh.. Hhh!!".
Desis kenikmatan yang keluar dari mulutnya, semakin membuat gairahku berkobar. Kusibakkan bibir kemaluannya tanpa menghentikan aksi lidahku.
"OOoh.. Nikmat.. Teruss.. Teruss.." semakin merintih.
Ia menekan kepalaku dan menjepit dengan pahanya. Ia mengangkat pinggul, cairan lendir yang keluar dari dinding vaginanya semakin membanjir. Seperti yang ia lakukan padaku, aku juga tidak memberikan kesempatan padanya untuk melepaskan kepalaku. Vaginanya sudah basah terkena ludah bercampur lendirnya. Aku jilat lagi, terasa sedikit asin tapi nikmat.
"Sudah Yang.. Sudah.. Sayang kita..!!"
Aku meraih tangannya dan kubaringkan diatas rumput. Rambutnya sudah awut-awutan, jubah mandinya sudah melorot. Dengan sedikit mengerakkan badan, maka jubah mandinya pun terlepas, menjadi alas tempat kami bergulat. Kemudian sama-sama berpagutan bibir. Wanita cantik ini benar-benar sangat agresif dan ekspresif.
Badanku berguling, aku ingin untuk sementara ia yang mengendalikan kapal. Ia menjilat leher, dada dan putingku. Aku merasakan nikmat yang luar biasa. Hanny tersenyum. Lalu kucium bibirnya. Kami berciuman kembali. Lidahnya masuk kedalam mulutku, menari dalam rongga mulutku dan menjilati langit-langit mulutku. Aku membalas dengan mengulum dan menghisap lidahnya.
Gairah semakin bergelora dan kini saatnya untuk menimba kenikmatan. Kutarik batang kejantananku hingga semakin tegak dan memanjang. Pinggulnya naik dan bergerak diatas pahaku. Kumasukkan kejantananku kedalam vaginanya yang basah.
Blesshh..!!!. Sleeeph..!!!.
"Hhhahh!! Ooh.., enakk..".
Tanpa mengalami hambatan, kejantananku terus menerjang kedalam vaginanya.
"Oh.., Gimana.. Rasanya Sayang.., Ouuh!!" ia berbisik.
Batang penisku sepeti dipilin-pilin. Hanny terus menggoyangkan pinggulnya.
"Oh.. Hannyku.. Terus.. Sayang.. Mmhhkk..".
Pinggulnya kuhujam lagi lebih dalam. Hentakan pinggulnya maju-mundur, naik-turun dan berputar semakin menenggelamkan penisku kelubang kenikmatannya.
"Oh.. Hisap dadaku.. Sayaangg, remass.. Terus.. Oh.. Uhhh..!"
Erangan dan rintihan kenikmatan terus memancar dari mulutnya.
"Oh.. Hanny.., terus lebih cepat.." teriakku menambah semangatnya.
Goyangan pinggulnya semakin dipercepat. Tangannya menekan kuat dadaku. Aku menaikkan pinggulku dan bergerak melawan arah gerakan pinggulnya agar bisa saling memberikan kenikmatan.
"Ahh.. Ah.., aku.. Cepat.. Aku.. Maa.. Uu.. Keluuaarr.. Oh..!" ia mendesah.
"Jangan.. Ta.. Han dulu aku masih ingin menik.. Mati tu.. Buh.. Mu!" kataku terengah-engah.
Aku tahu wanita ini hampir mencapai puncak kulminasi kepuasannya.
Kemudian aku membalik tubuhnya, sehingga posisinya dibawah. Kuputar dan pinggulku naik-turun. Ia membalasnya dengan gerakan berlawanan. Kalau aku berputar kekiri, ia kekanan. Kalau aku menaikkan pinggul ia menurunkannya dan ketika aku menurunkan pinggulku, maka pinggulnya pun naik menyambut hantamanku sambil memekik kecil.
Kuberikan isyarat agar berhenti dulu, istirahat sejenak. Hanya diam dan berpelukan. Kali ini tidak ada erangan atau pekikan. Yang ada hanya desisan kecil dan desahan lembut. Otot kemaluan kami saling berkontraksi. Rasanya kejantananku seperti dihisap oleh sesuatu yang lembut. Tangannya terus mengelus punggung dan pinggangku.
Setelah beberapa saat berdiam, perlahan aku mulai menggenjotnya lagi. Kuberikan irama 7-1. Aku menggenjotnya dengan pelan tujuh kali dan berikutnya kuhempaskan seluruh tubuhku diatas tubuhnya.
"Hhgghhkk..". Ia menahan napas menahan gempuranku.
Bibirnya mengejar putingku dan mengulumnya.
"Ohh.. Hanny.. Geli..” Desahku lirih.
Hanny tidak peduli. Ia terus mengecup, mengulum putingku kanan-kiri bergantian.
Karena rangsangan pada putingku, kupercepat genjotanku hingga ia memekik kecil.
"Oh.. Sayang.. Nikmatnya.. Jantanku.. Kamu..!"
Ia hanya diam menunggu dan menikmati gerakanku. Beberapa saat ia masih diam saja, seolah-olah pasrah. Aku menjadi gemas, kutarik rambutnya kebelakang. Dadanya naik dan kugigit putingnya. Kukecup gundukan payudaranya kuat sampai memerah
"Ouhh.. Sakit.. Per.. Rih. Ouhh..!"
Aku tidak kuat lagi menahan desakan dalam saluran kencingku. Kutatap matanya dan kubisikkan kata;
" Sekarang.. Yang.. Sekarang".
Ia mengangguk lemah.
" Yyachh.. Eghhkk".
Begitu semprotan pertama kurasakan sudah diujung kepala penisku, maka kembali kuhempaskan tubuhku kebawah. Hanny menyambutnya dengan menaikkan pinggulnya kemudian memutar dengan cepat dan kembali turun. Tangannya menjambak rambutku dan kemudian memukul-mukul rerumputan. Aku menarik rambutnya dan kepalaku kutekan dilehernya.
"Oh.. Sayang.. kau begitu pintar memuaskanku. Gila.. Kau liar sekali kuda Arabku" ujarnya.
Denyutan demi denyutan berlalu dan semakin melemah. Kukecup kening dan bibirnya dan menggelosor disampingnya.
"Kalau begini terus rasanya aku tidak usah pakai pakaian saja Yang..!" katanya mesra sambil mengusap-usap dadaku.
Setelah beberapa lamanya berpelukan dan beberapa kali ciuman ringan, udara dingin kembali terasa.
Kami masuk kedalam. Mandi berpelukan berendam dalam air hangat dan memejamkan mata. Setelah itu kami makan sate kambing dan minum air jahe untuk bekal pertempuran berikutnya. Aku sebenarnya sudah puas dan cukup. Karena ia memintanya lagi, aku harus bersiap lagi.
Setelah selesai memuaskan birahi tetangga binalku itu dengan beberapa ronde lagi, kami langsung pulang.
***Bersambung: Chapter 7