Rencana penelitian skripsiku sudah disetujui pembimbing dan seminggu lagi aku harus berangkat ke Banyuwangi selama dua bulan untuk melakukan penelitian tentang kehidupan masyarakat nelayan disana. Aku sudah memberitahu Hanny mengenai rencana keberangkatanku.
Tiga hari sebelum berangkat kami hanya sempat Quicky..Quicky diatas sofa ruang tamunya. Ia sebenarnya menginginkan permainan yang panjang dan lama. Karena keadaan tidak memungkinkan, dia hanya bisa membekaliku dengan beberapa gigitan memerah dibahu dan dadaku.
Selama dilokasi penelitian aku sempat merasakan kehangatan tubuh wanita disana. Dua kali pada saat menyeberang ke Bali untuk mendapatkan data pembanding, aku melakukannya dengan PSK. Klimaks yang kucapai terasa hambar. Hanya sekedar ejakulasi untuk menumpahkan mani yang sudah terasa penuh, secara emosional aku tidak terpuaskan.
Dua bulan berlalu dengan cepat..
Aku kembali dirumah menjelang tengah malam. Badanku terasa remuk semua setelah melintasi pulau Jawa dari ujung timur sampai hampir diujung baratnya. Sampai aku tertidur pulas, suara Hanny menyapu dipekarangannya tidak mampu membangunkanku. Aku bangun setelah matahari muncul sepenggal. Setelah mandi dan membereskan pakaian kotor, terasa perutku lapar sekali.
Hanny melambaikan tangannya ketika aku melintas didepan rumahnya. Dia memandangiku dengan mata berbinar-binar.
"Anto!! Kapan kamu sampai!"
"Tadi malam Bu?" kataku.
Agak kikuk setelah selama dua bulan tidak bertemu dia. Kebetulan juga dari arah berlawanan ada tetangga yang juga lewat
"Kamu tambah hitam dan agak kurusan sedikit" katanya setelah mengamatiku sesaat.
"Yahh..! Selama dua bulan terus berjemur dipanas matahari, makan juga teratur. Sehari dua kali, pagi dan sore karena siang masih dilapangan" kataku.
Diam sesaat.
"Ya sudah. Kamu istirahat dulu, nanti kukirim air jahe agar tenagamu cepat pulih. Lusa aku berangkat ke Ciamis, ada saudara yang menikah. Aku sudah bilang Pak Edi. Eka tidak ikut karena belum liburan. Karena kamu sudah tiba disini, jadwal perjalananku berubah. Kita bisa merasakan asinnya air laut Pangandaran. Aku akan ngomong lagi sama Pak Edi sampai berapa hari berada di Ciamis".
Kupikir dalam beberapa hari kedepan aku tidak sibuk. Konsep laporan penelitianku sudah kusiapkan dari lapangan, rencananya akan kubaca lagi dan kuserahkan ke dosen pembimbing seminggu lagi.
Huuhhh..!!!. Rekreasi tapi kerja keras lagi..!!!.
Lusanya kami berangkat pada malam hari. Perjalanan ke Banjar tidak terasa lama, karena di sepanjang perjalanan tangan kami sibuk bekerja menyatakan keinginan dan kerinduan kami masing-masing. Dari Banjar kami melanjutkan perjalanan ke Pangandaran. Agak siang kami tiba di Pangandaran.
Masih merasakan lelah karena perjalanan tadi. Sampai dikamar sebuah hotel langsung mandi berdua dengan melakukan sentuhan dan kecupan ringan sebagai pemanasan. Kamar yang cukup indah, terletak dilantai dua dengan pandangan sea view dibagian selatan. Dibagian timur dan barat ada jendela kecil untuk memandang sunrise dan sunset. Bed cover warna biru laut menambah sejuk dan menciptakan suasana santai. Kami istirahat dulu dan nanti sore baru mulai menikmati indahnya Pangandaran.
Menjelang tengah hari bangun dan makan siang. Kami pilih restoran dengan menu sea food. Setelah melihat-lihat menu aku putuskan untuk memesan udang dan kerang sekalian sebagai aphrodisiac, makanan penambah tenaga seksual.
Setelah makan, kembali lagi ke hotel dan duduk-duduk memandang ombak laut selatan yang berkejaran dan memecah ditepi pantai. Beberapa lama kemudian matahari sudah mulai condong ke barat. Cuaca sedikit berawan hingga panas matahari agak tereduksi, tapi kukira tidak akan turun hujan. Kuajak Hanny untuk jalan dan berenang di Pananjung sambil menunggu sunset. Kubisikkan agar membawa pakaian ganti, tidak usah mengenakan pakaian dalam. Ia mengerti kalau aku mengajaknya outward adventure dipantai.
Ia memakai baju lengan panjang yang agak tebal agar putingnya tidak membayang dari luar, aku mengenakan kaus lengan pendek. Kami sama-sama mengenakan celana pantai yang longgar. Pakaian ganti dan handuk kumasukkan kedalam tas kecil dan kusandang dibahu.
Kami masuk ke Pananjung melalui gerbang Taman Wisata. Memilih jalan-jalan setapak yang jarang dilintasi orang. Kadang menerobos semak-semak. Kalau keadaan sekitarnya kelihatan aman dan sepi, sesekali melakukan ciuman, rabaan dan remasan ringan. Ia sangat menikmati perjalanan pendek ke pantai Pananjung ini. Perjalanan yang normalnya paling lama ditempuh tigapuluh menit, kami lakukan dengan santai dan berkelok-kelok hingga setelah satu jam lebih kami baru menginjakkan kaki diatas pasir.
Terus berjalan menyusuri pantai kearah timur agak jauh dan tidak ada orang lagi yang ada disana. Kusergap dia dari belakang dan kubanting pelan keatas pasir. Kuterkam dan berguling diatas pasir yang basah. Masih terus berpelukan, berciuman dan berguling. Ketika ombak memecah dipantai, tubuh dan pakaian menjadi basah. Saling menatap dan tertawa bersama-sama dan kembali berpelukan lagi.
Kubopong tubuhnya dan kuceburkan di air. Ia berteriak-teriak lepas dan menarik tanganku hingga aku juga terjatuh di air. Ia makin tertawa senang dan menekan bahuku. Kami terus bermain air sambil berciuman dan mengusap tubuh pasangan kami. Bibir kami ikut basah oleh air laut yang asin, ketika berciuman juga terasa sedikit asin. Ini tidak mengurangi kenikmatannya, terasa lebih nikmat karena ada rasa yang baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan.
Ciuman dan remasanlu semakin lama semakin ganas. Ia mengerti kalau nafsuku sudah mulai bangkit. Ia mengajakku keluar dari air. Sambil tetap berciuman keluar dari air perlahan. Dikeluarkan handuk besar dari dalam tas dan kuhamparkan diatas rumput yang terlindung semak-semak agak jauh dari bibir pantai. Beberapa detik kemudian, sudah saling melepas pakaian.
Kubaringkan ia diatas handuk dan segera kupeluk dan kucium. Ia mendesah dan menggesekkan pipinya dengan pipiku. Bibirnya mengulum daun telingaku dan mendesah.
"Ohh.. Anto. Dua bulan lebih aku menunggu saat-saat seperti ini".
Kuciumi telinganya dan kubisikkan kata;
"Hanny-ku, akan kutumpahkan kerinduanku dan memuaskan penantianmu".
"Pasti penuh dan kental sperma kamu. Selama dua bulan lebih tidak dikeluarkan. Sirami milikku dengan airmu" katanya.
Kubenamkan kepalaku didadanya dan mencium payudaranya yang padat, menggigit belahannya dan menjilati putingnya. Masih ada sedikit rasa asin sisa air laut.
Kejantananku mulai bereaksi ketika tangannya menyusup diantara pahaku. Pelan tapi pasti kejantananku mulai membesar sehingga terasa mulai mengganjal. Kunaikkan pantatku untuk mengurangi rasa tekanan kejantananku pada perutnya. Tangannya mengarahkan kejantananku sehingga kepalanya berada sedikit dibawah pusar.
Tangannya kebawah, meraba, mengusap memainkan penisku.
Kepalaku bergerak kearah leher, dada, menjilt putingnya dengan jilatan ringan dan terus kebawah sampai diselangkangannya. Mulai menjilati dan memainkan tonjolan daging kecil bagian vaginanya. Bibir kemerahan vaginanya kuusap dengan jari telunjuk. Rasa asin terasa menempel lidahku dan berubah menjadi rasa air yang segar agak lengket.
Ia terhentak dan mengejang sesaat ketika klitorisnya kujilat dan kujepit dengan kedua bibirku. Kulepas dan kujepit lagi. Ia merengek agar aku menghentikan aksiku dan segera melancarkan serangan terakhir, aku masih ingin menikmati dan melakukan foreplay yang lama. Beberapa saat aku masih dalam posisi itu. Tangan kirinya memegang dan menekan kepalaku kearah celah pahanya. Tangan kanannya meremas payudaranya.
Kepalaku kulepas dari selangkangannya, mulutku bermain dengan puting payudaranya. Hanny tidak sabar lagi, dengan sekali gerakan tangannya sudah memegang dan mengocok penisku. Menggesekan pada bibir vaginanya. Tanganku mengusap gundukan payudaranya dan meremas dengan pelan, Ia menggelinjang. Mulutku menyusuri leher dan bahunya, mencari-cari bibirnya yang sudah setengah terbuka. Penisku yang sudah mengeras mulai mencari lubangya. Kuremas pantatnya yang padat dan kuangkat pantatku.
"Anto.. Kumohon.. Masukkan.. Sayang..!"
Tangannya menarik penisku dan memasukkan kedalam vaginanya yang sudah basah. Kutancapkan penisku lebih dalam, menelusuri liang vaginanya.
Hanny bergerak berlawanan arah dengan gerakanku, menghasilkan kenikmatan yang semakin dalam. Aku bergerak semakin cepat dan mulai kurasakan aliran yang tidak terkendali diselangkanganku. Tapi harus memuaskannya dahaganya dahulu. Aku menurunkan irama permainan. Ia yang bergerak-gerak liar. Gerakan demi gerakan, teriakan demi teriakan dan akhirnya Hanny sampai kepuncak. Seiring dengan teriakan kenikmatan yang keras dan panjang.
"Aachhkk.. Sayang.. Ouhh".
Tubuhnya mengejang dan pantatnya naik. Untuk memaksimalkan kepuasannya maka kutekankan penisku kedalam vaginanya. Ketika dinding vaginanya berdenyut, maka kubalas dengan gerakan otot Kegelku. Tubuhnya kembali mengejang setiap kali otot Kegelku kugerakkan.
Sejenak kubiarkan ia beristirahat tanpa mencabut penisku. Saling mengusap tubuh satu sama lain. Aku merasakan ada beberapa pasang mata yang mengintip dibalik semak-semak.
"Ada yang ngintip Han!" kataku.
"Biar saja, selagi mereka tidak mengganggu kita. Paling hanya anak-anak kampung atau sesama turis yang tersesat. Aku malah merasa semakin nikmat kalau diintip" katanya tenang.
Ketika gairahnya kembali bangkit, aku mengenjotnya lagi dengan perlahan untuk mengembalikan ketegangan penisku yang sudah mulai menurun karena ketika istirahat tidak ada rangsangan kenikmatan. Aku memeluknya kembali, mengencangkan penisku dan menggenjotnya lagi.
Setelah kurasakan penisku mengeras kembali, kuberikan isyarat doggy style. Ia mendorong tubuhku agar dapat mengambil posisi nungging, tapi segera kutahan. Kuangkat kaki kirinya dan kuputar melewati kepalaku. Ia sudah membelakangiku dengan berbaring. Pantatnya dinaikkan sedikit dan kugenjot lagi vaginanya. Kurebahkan badanku diatas tubuhnnya. Berciuman dengan posisi tengkurap dibawahku, sementara kemaluan masih terus bertaut dan menjalankan kegiatannya.
Aku menusuk vaginanya berulang kali. Ia mendesah sambil meremas rumput didekatnya. Aku berdiri diatas lututku dan kutarik pinggangnya. Ia dalam posisi nungging dengan pantat yang disorongkan kearah kemaluanku. Setelah hampir dua puluh menit permainan yang kedua ini, Hanny semakin keras berteriak dan sebentar-sebentar mengejang. Vaginanya terasa semakin lembab dan hangat. Kuhentikan genjotanku dan kucabut penisku.
Hanny berbalik telentang dan aku naik keatas tubuhnya dan kembali menggenjot vaginanya. Akhirnya aku merasa hampir mencapai puncak dari kenikmatan ini. Kutarik buah zakarku sehingga penisku keliatan agak memanjang.
"Hanny, aku nggak tahan lagi, aku mau keluar" teriakku.
"Ouhh.. Tunggu dulu Sayang.. Sebentar lagi.. Kita sama-sama Sayang..".
Nafas semakin terengah-engah. Kukendorkan sebentar otot Kegelku dan kemudian kukencangkan, kutahan dan kugenjot lagi dengan cepat.
Deburan ombak dipantai menambah semangatku. Kupercepat gerakanku seakan berlomba dengan ombak yang berkejaran. Akhirnya kami bersama mencapai titik puncak tertinggi kenikmatan. Aku semprotkan spermaku terlebih dahulu. Semakin cepat Hanny menggerakkan tubuhnya agar tidak ketinggalan dan tak lama Hanny mendapatkan puncaknya ketika penisku masih menyemburkan sisa cairan kenikmatan. Kemudian terbaring lemas menikmati sisa-sisa kenikmatan. Sekilas terlihat bayangan orang yang mengendap-endap menjauh.
Setelah mandi dan berenang lagi sebentar, kemudian duduk menikmati sunset dan segera kembali ke hotel. Dalam perjalanan ke hotel, Hanny singgah sebentar disebuah kios.
"Kamu tunggu saja disini, ada yang mau kubeli..!" katanya.
Aku tidak berpikir apa-apa, paling dia beli air minum atau makanan kecil. Tiba-tiba aku melihat disamping kios tadi ada toko obat. Muncul keinginanku untuk merasakan bersetubuh dengan pengaman sarung karet. Selama ini bersetubuh secara alami, karena dia masih ikut KB suntik. Selagi Hanny sibuk di kedai, aku membeli sekotak kondom dan kusimpan disaku celanaku.
Kami tiba dikamar hotel dan segera mandi untuk menghilangkan rasa lengket akibat air asin. Setelah mandi, badan terasa segar dan perut terasa lapar. Kami makan disebuah rumah makan kecil dekat hotel. Rumah makan yang cukup bersih dan asri, hanya berdinding anyaman bambu setinggi dada. Bau khas laut terbawa angin yang bertiup perlahan.
Setelah makan, langit sudah mulai gelap. Bulan diarah timur sudah mulai muncul. Kupikir-pikir malam ini belum waktunya purnama penuh. Kami berjalan menyusuri pantai sampai keujung dan kembali lagi kearah hotel.
Sekitar jam sembilan kami sudah sampai di hotel dan duduk diteras hotel sambil memandang laut. Hanny sudah berganti pakaian dengan baju yang bagian atasnya terbuka berwarna pink dan celana pendek dari jeans. Bra yang berwarna hitam dengan model tanpa tali dibahu terlihat tidak mampu menampung buah dadanya. Ia duduk diatas pagar teras kamar dan aku memeluk dari samping, sambil bibirku mulai bekerja memberikan pemanasan, menciumi daerah leher, pelipis dan sekitarnya.
Angin mulai bertiup agak kencang sehingga Hanny mulai menggigil. Tanganku dipegang dan didekap di dadanya. Kubisikkan ditelinganya;
"Daripada kita kedinginan lebih baik kita panaskan dulu suasana ini..!"
Ia tidak menjawab, tubuhnya turun merosot dari pagar teras tempat ia duduk dan tangannya menggelayut dileherku. Kuangkat tubuhnya yang montok itu. Bibirnya menempel dileherku dan segera masuk kedalam kamar.
Kumatikan lampu kamar sehingga cahaya bulan yang kuning keemasan menerangi kamar kami. Ketika aku hendak menyalakan lampu tidur, ia menahanku.
"Aku ingin bercinta dengan diterangi cahaya bulan malam ini" katanya.
Tidak lama kami sudah berpelukan diatas ranjang. Kemudian tubuh bagian bawahnya sudah telanjang, sementara aku sudah telanjang bulat. Aku sengaja belum membuka bajunya karena ingin menikmati pemandangan didepanku ini.
Tubuh putih mulus mengenakan pakaian tipis terbuka bagian atasnya sedang berbaring diranjang dengan bed cover biru laut diterpa sinar bulan kuning keemasan menyusup disela-sela belahan gunung kembar yang sedikit tersembunyi. Sungguh suatu pemandangan yang luar biasa. Sementara bagian pangkal pahanya terbayang hamparan rumput hitam yang rapi mengitari sebuah telaga. Ia membuka pahanya, hingga telaga yang berwarna kemerahan terlihat sangat menantang untuk kuselami. Aku hanya diam dan membelai lembut perutnya.
"Kamu cuma memandangi aku begini terus atau..".
Belum habis kata-katanya kucium bibirnya dan aksiku segera berlanjut. Kutindih dan kujelajahi sekujur tubuhnya dengan jariku. Mulutnya mendekat ke telingaku dan berbisik.
"Ouuhh.. Anto.. Jantanku.. Terserah kamu, lakukan apapun yang kau mau dengan tubuhku..".
"Aku akan memuaskanmu sampai kamu tidak ingin berhenti.." kataku membalas bisikannya.
"Ouhh.. Apa.. Saja. Akhh..!"
Dari bibir lidahku turun kearah dada dan kesamping, mengecup pinggul dan pinggangnya, kemudian karah pahanya. Hidungku kutempelkan dibibir vaginanya. Tercium aroma harum dan segar. Kulebarkan pahanya kuberikan rangsangan disekitar pangkal pahanya tanpa menyentuh vaginanya. Ketika kugigit pahanya sampai merah ia memekik.
"Antoo.. Sudah Sayang.. Jangan untuk yang satu itu..!" pekiknya.
Kepalaku kembali kedadanya dan kuminta untuk berguling keatas. Dengan cepat berguling. Kuraih bagian bawah bajunya dan dengan cepat kulepaskan lewat kepalanya. Kukecup gundukan payudaranya yang keluar dari cupnya. Dengan sekali jentikan jariku, bra itu kemudian terlepas. Kusambut payudaranya dengan jilatan lidahku melingkari sekitar puting dan dengan jilatan halus.
Hanny memencet pangkal payudaranya hingga payudaranya seperti mengencang. Membawa payudaranya kedepan mulutku dan kusambut dengan rakus seperti bayi yang sedang kehausan susu ibunya. Kugantikan posisi tangannya dan kuremas. Ujung putingnya kujilat dan kumainkan dengan gigitan lembut bibirku. Ia semakin terangsang dan ingin segera mendaki lereng kenikmatan.
Tangannya mengocok penisku dengan lembut. Dikecupnya kepala penisku, diratakannya cairan bening yang sudah mulai keluar dari lubang kencingku dengan mulutnya. Aku menahan napas ketika lidahnya menjilati lubang kencingku. Ia jongkok diatas pahaku dan mulai mengarahkan penisku kedalam liang vaginanya.
Aku ingat akan keinginanku sore tadi. Kuambil kondom yang tadi kusimpan dibawah bantal. Hanny melihatnya dan menyatakan protes.
"Ihh, ngapain pakai kondom, nggak nikmat. Nggak, aku nggak mau".
Aku jelaskan bahwa aku ingin sekali saja mencoba rasanya bersetubuh dengan sarung pengaman karet. Akhirnya kami sepakat coba saja dulu, kalau nanti kurang nyaman tinggal cabut saja.
Ia menyobek bungkus kondom tadi. Dikocoknya penisku sebentar sampai menegang maksimal, kemudian dipasangnya kondom tadi dengan hati-hati diujung penisku dan dibuka gulungannya kebatang penisku sambil mengurut. Rasanya agak aneh, seperti ada lapisan licin dan sedikit berminyak.
Hanny segera mengarahkan penisku, melanjutkan pekerjaan yang tertunda sebentar dan tak lama penisku masuk kedalam liang vaginanya. Rasanya memang berbeda, sepertinya penisku diselaputi lendir yang licin, sehingga gesekan kulit penisku dengan dinding vaginanya kurang terasa. Kukeraskan otot penisku sedikit dan Hanny mulai menggerakkan pantatnya. Ia seperti penunggang kuda yang sedang memacu kudanya lari. Pantatnya bergerak naik-turun dengan cepat. Aku mengimbangi dengan gerakan pinggulku, meremas dan mengulum payudaranya.
Gerakannya semakin cepat dan erangannya makin sering terdengar. Aku mengubah posisiku menjadi duduk dan memeluk pinggangnya. Berciuman dengan posisi Hanny duduk dipangkuanku. Kueksplorasi seluruh tubuhnya dengan tangan dan bibirku.
"Aaagghh.. Sayang..," teriaknya.
Kudorong dia kearah yang berlawanan dengan posisi tidur kami semula. Aku berada diatasnya dan mulai mengatur irama permainan. Bibirku bergerak kearah leher dan menjilatinya. Tangannya mengusap punggung, pinggang dan pantatku.
Tanganku meremas lembut payudaranya dari pangkal kemudian kutarik kearah puting. Kutarik putingnya sedikit dan kujilati sekitarnya yang berwarna kemerahan. Kutekan payudaranya dengan telapak tangan dan kuputar-putar.
Kususuri buah dadanya dengan bibirku tanpa mengenai putingnya. Ia bergerak tidak menentu. Semakin ia bergerak, payudaranya ikut bergoyang. Jilatanku makin ganas mengitari tonjolan kemerahan itu.
"Sayang.. Aku.. Isep.. Isep dong.. Yang..!" pintanya.
Aku masih memainkan gairahnya dengan jilatan halus diputingnya itu. Hanny mendorong buah dadanya kearah mulutku dan putingnya langsung masuk kedalam mulutku dan kukulum, kugigit kecil serta kujilat bergantian. Tanganku mulai bermain vaginanya yang semakin basah oleh lendir yang mengalir.
Jari tengah tangan kiriku kumasukkan kedalam vaginanya dan kukocok keluar-masuk sambil menekan bagian atas dinding vaginanya. Lumatan bibirku diputing Hanny makin ganas. Ia semakin liar bergerak.
"Aaagh.." ia memekik-mekik.
Vagina Hanny semakin lembab, tapi tidak sampai banjir. Hanny langsung mendesis keras ketika merasakan hunjaman penisku yang menyodoknya bertubi-tubi. Tangannya mencengkeram punggungku. Gerakan memompa diimbangi dengan memutarkan pinggulnya. Semakin lama gerakan semakin cepat dan liar.
Ia semakin sering memekik dan mengerang. Kuku tangannya kadang mencakar punggungku. Kutarik rambutnya dengan satu tarikan kuat, kukecup lehernya dan kugigit bahunya.
"Ouhh.. Ehh.. Yyyeesshh!"
Kugenjot Hanny dengan cepat dan menghentak-hentak. Kuganti irama gerakanku. Kumasukkan penisku setengahnya dan kucabut sampai tinggal kepalanya yang terbenam beberapa hitungan dan kemudian kuhempaskan pantatku dengan keras. Hanny menjerit tertahan dan wajahnya mendongak.
Pinggulnya yang tidak pernah berhenti untuk bergoyang dan berputar semakin menambah kenikmatan yang terjadi. Jepitan vaginanya yang menyempit ditambah dengan gerakan pinggulnya membuatku semakin bergairah.
Aku turunkan irama untuk mengurangi rasa nikmat yang meledak-ledak. Penisku kubiarkan terbenam didalam vaginanya dan kemudian aku menggerakkan otot kemaluanku. Terasa penisku berkontraksi mendesak dinding vaginanya dan ketika aku melepaskan kontraksiku, kurasakan dinding vaginanya menyempit meremas penisku. Ia sudah sangat menguasai gerakan ini dengan latihan yang lama.
Hanya suara desahan yang terdengar didalam kamar. Ia memberi isyarat untuk menyelesaikan permainan ini.
"Lepas kondomnya Sayang..! Aku ingin merasakan panasnya semprotan sperma kamu" ia mendesah.
Kucabut penisku, dengan cepat ditariknya kondom yang terpasang dipenisku. Kembali berpelukan dan bergerak liar tanpa menghiraukan tubuh kami yang basah oleh keringat kami.
Hanny semakin cepat menggerakkan pantatnya sampai penisku terasa disedot satu pusaran yang sangat kuat. Hanny meremas rambutku dan membenamkan kepalaku kedadanya, betisnya menjepit erat pinggulku. Badannya meronta-ronta, kepalanya bergoyang kekiri dan kekanan, tangannya semakin kuat menjambak rambutku dan menekan kepalaku lebih keras lagi kedadanya.
Aku semakin bergairah untuk menghujani kenikmatan pada Hanny yang tidak berhenti mengerang.
"Aaahh.. Ssshh.. Ssshh"
Gerakan tubuh kami semakin liar dan cepat.
"Ouoohh.. Nikmat.. Aku.. Sam.. Pai.."
Aku mengangguk dan ia pun memekik panjang;
"Yaachk .. Sayang.. Aaahhkk..!"
Aku mengencangkan otot kemaluanku dan menghunjamkan penisku kedalam vaginanya. Nafasnya tercekat sejenak dan kemudian keluarlah erangannya. Tubuhnya kami mengejang bersama-sama. Kakinya memperketat jepitan dipinggulku. Sedetik kemudian spermaku sudah memancar didalam vaginanya.
Kami menjerit tertahan;
"Awww.. Aduuh.. Hggkk"
Sunyi sejenak didalam kamar. Hanya ada suara nafas memburu yang kemudian berangsur-angsur menjadi tenang. Sayup-sayup suara deburan ombak terdengar berirama. Sampai check out pada pagi harinya kami tidak sempat memakai pakaian lagi karena harus bergumul dua kali lagi. Terakhir kali aku mengejang diatas tubuhnya sudah tidak ada lagi cairan sperma yang memancar, hanya denyutan penisku saja yang menyisakan rasa nikmat.
Paginya kuantar ia sampai ke Ciamis dan aku pulang sendirian ke Bogor dengan kenangan indah ombak Pangandaran yang bergelora.
Beberapa hari setelah pulang dari Pangandaran, setelah jam makan malam aku dipanggil Bapak kostku. Kupikir tumben malam-malam begini Pak Yos memanggilku. Sudah beberapa malam aku memang tidak kerumah induk, JJM ke Bogor cari suasana yang baru. Biasanya hampir tiap malam, meskipun sebentar aku menyempatkan numpang nonton berita di TV agar tahu kondisi terkini.
"Duduk, To..!" katanya datar.
Suasana kurasakan agak asing, tidak seperti biasa. Biasanya tanpa disuruh aku sudah duduk, bahkan kadang tiduran dilantai. Aku duduk di depannya. Bu Mirna duduk agak jauh dari tempat kami.
"Saya mau tanya, jawab dengan jujur..!" katanya lembut tapi tegas. Aku diam saja, tapi debaran jantung mulai meningkat.
"Langsung saja. Bapak mulai denger bisik-bisik dari tetangga, kalau kamu belakangan ini sering pergi dengan Ibu Heni..?"
Aku tercekat, tidak bisa mengeluarkan suara apapun.
"Eee.. Eehh.." aku tergagap.
Pantas saja kemarin waktu aku jalan di gang, ada tetangga yang melihatku dan memberikan isyarat pada teman bicaranya. Aku sebenarnya bukan orang yang sensitif, tapi kata-kata Pak Yos mengingatkanku.
"Tadinya Bapak senang kamu bisa membantu mengajari Eka. Tapi tidak kukira kalau kamu kemudian memanfaatkan kesempatan ini. Sayang sekali kalau kuliahmu sampai terganggu, lagian Ibu Heni kan sudah berkeluarga. Kenapa sih kamu tidak cari yang masih single saja..?"
Aku hanya diam dan semakin menundukkan kepalaku. Setelah Pak Yos berbicara panjang lebar menasehatiku, dia berkata lagi;.
"Bapak anggap kamu sudah menjadi bagian dari keluarga ini, jadi merasa perlu untuk mengingatkan dan menasehati. Ya sudah, mulai sekarang jauhi dia. Bapak tidak melarang kamu mengajari Eka, tapi jangan bikin affair dengan ibunya lagi. Tentu kamu pernah dengar gosip tentang hubungannya dengan seorang pejabat. Namun demikian semuanya terpulang kepadamu, apapun yang kau putuskan. Bapak memberi nasehat bukan karena Bapak merasa lebih pandai, namun lebih karena Bapak sudah lebih dulu lahir dan menikmati masa muda..!"
Aku kembali ke kamar dengan kepala berdenyut-denyut. Tapi kupikir benar juga. Dalam hal ini memang aku yang salah. Apapun alasannya. Sampai malam aku masih memikirkan ucapan Pak Yos dan berpikir tentang hubungan gelapku dengan Hanny kedepannya.
Esoknya aku sempatkan diri bertemu dengan Hanny dan kami janjian disebuah kafe di Bogor. Aku berbicara panjang lebar mengulangi apa yang sudah kudengar tadi malam. Mukanya terlihat keruh, matanya mulai sembab dan berair.
"Aku tahu bahwa hubungan kita ini memang tidak benar dilihat dari sisi manapun. Tapi aku juga tidak bisa menahan dorongan dari hatiku untuk selalu bertemu dan berbagi kenikmatan denganmu. Kalau harus berpisah begitu saja, untuk saat ini aku tidak sanggup. Lebih baik kita kurangi frekuensi pertemuan dan lebih berhati-hati memilih waktu dan tempat pertemuan" katanya sambil terisak.
Aku hanya diam dan menggenggam jemari kedua tangannya.
Akhirnya kami sepakat untuk mengurangi frekuensi pertemuan dan lama waktu pertemuan. Sejak itu kami bertemu dua atau tiga minggu sekali dan itu tidak dalam waktu yang lama. Selesai menumpahkan gairah, segera pulang secara terpisah. Tapi seperti biasanya, kadang dia masih meminta kenikmatan ekstra sekali lagi dan kuberikan dengan Quicky..Quicky. Perlahan bisik-bisik miring tentangga dikampung menghilang.
Akhirnya setelah setahun setengah tinggal dikostku, aku dinyatakan lulus dan sebulan lagi akan ada wisuda. Ketika bertemu, kuberitahukan pada Hanny tentang kelulusanku dan ia pun mengucapkan selamat.
"Selamat ya..! Sarjanaku. Aku akan memberikan hadiah istimewa buatmu".
Beberapa hari setelah pulang dari Pangandaran, setelah jam makan malam aku dipanggil Bapak kostku. Kupikir tumben malam-malam begini Pak Yos memanggilku. Sudah beberapa malam aku memang tidak kerumah induk, JJM ke Bogor cari suasana yang baru. Biasanya hampir tiap malam, meskipun sebentar aku menyempatkan numpang nonton berita di TV agar tahu kondisi terkini.
"Duduk, To..!" katanya datar.
Suasana kurasakan agak asing, tidak seperti biasa. Biasanya tanpa disuruh aku sudah duduk, bahkan kadang tiduran dilantai. Aku duduk di depannya. Bu Mirna duduk agak jauh dari tempat kami.
"Saya mau tanya, jawab dengan jujur..!" katanya lembut tapi tegas. Aku diam saja, tapi debaran jantung mulai meningkat.
"Langsung saja. Bapak mulai denger bisik-bisik dari tetangga, kalau kamu belakangan ini sering pergi dengan Ibu Heni..?"
Aku tercekat, tidak bisa mengeluarkan suara apapun.
"Eee.. Eehh.." aku tergagap.
Pantas saja kemarin waktu aku jalan di gang, ada tetangga yang melihatku dan memberikan isyarat pada teman bicaranya. Aku sebenarnya bukan orang yang sensitif, tapi kata-kata Pak Yos mengingatkanku.
"Tadinya Bapak senang kamu bisa membantu mengajari Eka. Tapi tidak kukira kalau kamu kemudian memanfaatkan kesempatan ini. Sayang sekali kalau kuliahmu sampai terganggu, lagian Ibu Heni kan sudah berkeluarga. Kenapa sih kamu tidak cari yang masih single saja..?"
Aku hanya diam dan semakin menundukkan kepalaku. Setelah Pak Yos berbicara panjang lebar menasehatiku, dia berkata lagi;.
"Bapak anggap kamu sudah menjadi bagian dari keluarga ini, jadi merasa perlu untuk mengingatkan dan menasehati. Ya sudah, mulai sekarang jauhi dia. Bapak tidak melarang kamu mengajari Eka, tapi jangan bikin affair dengan ibunya lagi. Tentu kamu pernah dengar gosip tentang hubungannya dengan seorang pejabat. Namun demikian semuanya terpulang kepadamu, apapun yang kau putuskan. Bapak memberi nasehat bukan karena Bapak merasa lebih pandai, namun lebih karena Bapak sudah lebih dulu lahir dan menikmati masa muda..!"
Aku kembali ke kamar dengan kepala berdenyut-denyut. Tapi kupikir benar juga. Dalam hal ini memang aku yang salah. Apapun alasannya. Sampai malam aku masih memikirkan ucapan Pak Yos dan berpikir tentang hubungan gelapku dengan Hanny kedepannya.
Esoknya aku sempatkan diri bertemu dengan Hanny dan kami janjian disebuah kafe di Bogor. Aku berbicara panjang lebar mengulangi apa yang sudah kudengar tadi malam. Mukanya terlihat keruh, matanya mulai sembab dan berair.
"Aku tahu bahwa hubungan kita ini memang tidak benar dilihat dari sisi manapun. Tapi aku juga tidak bisa menahan dorongan dari hatiku untuk selalu bertemu dan berbagi kenikmatan denganmu. Kalau harus berpisah begitu saja, untuk saat ini aku tidak sanggup. Lebih baik kita kurangi frekuensi pertemuan dan lebih berhati-hati memilih waktu dan tempat pertemuan" katanya sambil terisak.
Aku hanya diam dan menggenggam jemari kedua tangannya.
Akhirnya kami sepakat untuk mengurangi frekuensi pertemuan dan lama waktu pertemuan. Sejak itu kami bertemu dua atau tiga minggu sekali dan itu tidak dalam waktu yang lama. Selesai menumpahkan gairah, segera pulang secara terpisah. Tapi seperti biasanya, kadang dia masih meminta kenikmatan ekstra sekali lagi dan kuberikan dengan Quicky..Quicky. Perlahan bisik-bisik miring tentangga dikampung menghilang.
Akhirnya setelah setahun setengah tinggal dikostku, aku dinyatakan lulus dan sebulan lagi akan ada wisuda. Ketika bertemu, kuberitahukan pada Hanny tentang kelulusanku dan ia pun mengucapkan selamat.
"Selamat ya..! Sarjanaku. Aku akan memberikan hadiah istimewa buatmu".
***Bersambung: Chapter 12