PERHATIAN : SITUS INI KHUSUS UNTUK USIA DIATAS 18 TAHUN ... MATERI DALAM SITUS INI BERISIKAN KONTEN-KONTEN UNTUK ORANG DEWASA ... BAGI ANDA YANG MASIH DIBAWAH BATAS KETENTUAN USIA DIMOHON TIDAK MENGAKSES SITUS INI..!!!. TERIMA KASIH

Manisnya Dunia Serasa Madu Chapter: 12

Menjelang wisuda aku sudah melamar kerja di Jakarta dan diterima sebagai staf pembukuan disebuah perusahaan yang berkantor disekitar Harmoni. Aku minta agar dapat mulai bekerja setelah wisuda saja. Tiga hari setelah wisuda Hanny memintaku untuk bertemu.
"Aku sebenarnya tidak mengharapkan kita berpisah. Aku juga sadar bahwa jalan hidupmu tentu tidak bisa aku yang mengaturnya. Aku kali ini ingin bercinta denganmu, mungkin untuk terakhir kalinya. Kalaupun nanti kita masih bertemu aku sangat senang. Kalau tidak, pertemuan ini menjadi kenangan yang indah bagiku. Aku ingin semalaman memelukmu. Aku sudah mencari alasan untuk pergi selama sehari semalam. Kalaupun orang atau bahkan Pak Edi tahu, aku sudah siap dengan segala resikonya" katanya.
Ia mengajakku untuk menginap disebuah hotel di Ancol. Rupanya ia sudah memesan kamar khusus. Setelah masuk kedalam kamar, aku sangat terkejut melihat suasana kamar. Sebuah kamar dengan pandangan kearah laut, sebuah ranjang bundar dengan bed cover merah muda dan langit-langit kamar yang dilapisi cermin. Kupikir ia mengeluarkan uang cukup banyak untuk kencan terakhir ini.
Ketika aku masuk kekamar mandi, Hanny masih merapikan ranjang. Entah apalagi yang diperbuatnya. Saat kembali kekamar kurasakan sesuatu yang very very excited. Kucium harum bunga melati dan kulihat ia sedang menaburi ranjang dengan bunga melati.
Kupeluk ia dari belakang dan kuusap pinggangnya. Kurapatkan tubuhku ketubuhnya sehingga kejantananku menekan belahan pantatnya. Ia mengenakan baju panjang warna krem dengan ritlsuiting didepan dada sampai sebatas perut. Celana panjangnya berwarna hitam dengan sepatu hak tinggi dibawah telapak kakinya.
Kubawa ia kejendela sambil melihat Teluk Jakarta diwaktu siang menjelang sore. Kucium tengkuknya dan ia menarik nafas panjang.
"Hhmmh.. Anto".
Ia membalikkan badannya. Mukanya sedikit mendongak, bibirnya yang merah setengah terbuka dan semakin mendekat kebibirku. Berciuman dengan lembut penuh gairah terpendam. Ia merogoh kantung celananya dan mengambil sebutir pil dan menyuruhku untuk meminumnya.
Aku menolaknya. Kupikir badanku saat ini dalam kondisi fit. Kalau untuk tiga atau empat kali menyetubuhinya sampai esok pagi rasanya masih mampu. Kalau ia ingin lebih, biarlah aku menunda kepuasanku dan kupuaskan ia terlebih dahulu sampai ia menyerah.
Kutarik ritsluiting baju didepan dadanya dengan gigiku dan tanganku melanjutkan untuk membukanya. Dadanya yang terbuka berwarna putih mulus terlihat kontras dengan bra berwarna hitam yang masih menutup payudaranya. Kucium bahunya, kumainkan tali bra-nya. Ia memelukku dan mengusapkan pipinya dikepalaku. Mulutnya menjilati lubang telingaku dan membisikkan kata-kata penuh gairah.
"Ouhh Anto.. Malam ini akan menjadi malam yang sangat panjang. Kita akan menikmatinya detik demi detik.. Ouhh!"
Kucium dan kugigit bagian dada diantara dua gundukan daging payudaranya. Kulitnya memerah karena bekas gigitanku tadi. Ia tidak mencegahku untuk mencupangnya, bahkan ia memintaku untuk melakukannya lagi.
"Anto.. Berikan lagi gigitan semutmu.. Aoouhh!"
Kubuka bajunya kemudian bajuku sendiri dengan posisi tetap berciuman dan berpelukan. Kudorong tubuhnya ke ranjang dan kutindih tubuhnya. Bibirku menyusuri bahunya melepas tali bra-nya lewat tangannya bergantian kanan kiri, kubiarkan bra-nya masih menutup dadanya karena pengait dipunggungnya belum kubuka. Kembali bahunya yang sudah terbuka kucium dan kugigit sampai memerah.
Aku bergerak memutar sehingga berada di belakangnya. Kulepas pengait bra-nya, dan kutarik dengan gigitanku. Kini dadanya terbuka polos. Dari belakangnya, tanganku meremas pantatnya dan menciumi punggungnya yang putih. Tanganku meremas buah dadanya yang kencang. Kuciumi leher dan belakang telinganya, kemudian kugesekkan pipi kananku kepipi kirinya. Sambil kucium punggungnya kini tanganku melepas celananya dan sekaligus celana dalamnya, tapi kubiarkan sepatu hak tingginya masih melekat ditumitnya. Tak lama celana dan celana dalamkupun sudah melayang. Aku tetap menciuminya sambil berbaring miring dibelakangnya. Kugigit punggungnya dan terus menyusuri sekujur punggungnya kebawah. Tanganku mengusap pantat dan kugigit pelan. Hanny menggelinjang.
Ia berbalik dengan posisi dadanya didepan mukaku. Putingnya yang berwarna coklat kemerahan digesekkan diujung hidungku dan segera kutangkap dengan bibirku. Mulutku bergerak kebawah perutnya, ia membuka pahanya agar memudahkan aksiku. Aku hanya menggesekkan hidungku kebibir vaginanya. Aku tidak ingin merangsangnya dengan mulutku. Kepalaku bergerak keatas dan menciumi ketiaknya yang terbuka, tangannya berada diatas kepala sambil meremas bantal.
Kami berguling sedikit dan sebentar kemudian ia sudah berada diatasku. Bibirnya lincah menyusuri wajah, bibir dan leherku. Hanny mendorong lidahnya jauh kedalam mulutku, kemudian menggelitik dan memilin lidahku. Kubiarkan Hanny yang mengambil inisiatif menyerang. Sesekali lidahku yang membalas mendorong lidahnya. Tanganku meremas-remas payudaranya.
"Auhh, Anto.. Terus" ia merintih pelan.
Kemaluanku mulai menegang dan mengeras. Kukulum payudaranya semuanya masuk kedalam mulutku, kuhisap dengan kuat, putingnya kumainkan dengan lidahku. Nafasnya memburu dengan cepat. Detak jantung semakin cepat meningkat.
"Puaskan aku untuk saat-saat terakhir sayang.. Ahh.. Auuh!"
Hanny mendesis ketika ciumanku berpindah turun keleher dan daun telinganya.
Tangan kiriku mulai menjalar dipangkal pahanya, kumasukkan jari tengahku dibelahan tengah selangkangannya dan kugesekkan kedinding vaginanya.
"Ah Sayang. Kamu liar dan nakal sekali".
Sementara itu tangan kananku meremas halus buah dadanya. Tangannya tak mau kalah memegang, meremas dan mengocok kejantananku. Dengan ganas aku menciumi seluruh bagian tubuh yang dapat kujangkau. Beberapa saat ereksiku sudah mendekati maksimal. Kepalanya berdenyut menantang lawan didepannya.
Jari tengah kiriku kugerakkan lebih cepat dan tubuhnya kemudian meliuk-liuk menahan kenikmatan. Pinggulnya naik dan berputar-putar. Tangan kananku memelintir puting payudara kirinya dan dan mulutku kini menggigit puting kanannya. Sementara jari kiriku tetap mengocok lubang vaginanya. Semakin cepat kocokanku, semakin cepat pula gerakan pantat dan pinggulnya.
Permainan tangan kiriku kuhentikan dan kuarahkan kejantananku untuk memasuki liang vaginanya. Sebentar kemudian dengan mudah aku sudah menembus vaginanya yang panas. Pinggulku kugerakkan naik-turun, ia mengimbangi dengan memutar pinggulnya dan pantatnya naik-turun. Harumnya bunga melati sangat membantuku untuk lebih rileks, sekaligus juga sangat menimbulkan gairah tersendiri. Kakinya yang masih memakai sepatu hak tingginya menjepit pahaku dan kadang dikangkangkan lebar-lebar. Kuciumi leher dan dadanya. Beberapa kali kugigit sampai meninggalkan bekas kemerahan. Aku akan menghujaninya sekujur tubuhnya dengan cupang.
Kucabut penisku dan kubalikkan tubuhnya, ia mengerti mauku. Segera ia nungging menaikkan pantatnya yang memang masih kencang. Posisiku dibelakang pantatnya. Diraihnya penisku dan segera diarahkan untuk menerjang liang vaginanya kembali. Kuterjang vaginanya dengan kocokan lembut. Tanganku memegang pantatnya dan membantu menggerakkan pantatnya maju mundur. Ia yang masih memakai sepatu hak tinggi kelihatan sangat seksi, seperti adegan di BF.
Ia mulai menggelinjang dan mengejang lembut, kedua tangannya mencengkeram dan meremas sprei.
"Ouhh.. Sudah Sayang.. Kita.."
Sayang Ia merintih ketika pantatku kugerakkan kebelakang sampai penisku hampir terlepas dan kumajukan dengan cepat. Kuulangi beberapa kali lagi dan ia pun menekan kepalanya miring diatas bed.
"Sayang.. Kita kembali posisi.. Kita.. Aku.."
Ia menjerit dengan kata-kata yang tidak jelas. Ia memintaku untuk kembali dalam posisi semula.
Kembali kucabut penisku dan segera kurebahkan tubunya keposisi konvensional. Aku tahu ia dan aku juga, hampir mengakhiri babak pertama ini. Kami bergerak berputar-putar. Karena ranjang berbentuk bundar maka kemanapun arah tidur kami tetap dapat memuat tubuh kami berdua dengan nyaman. Setiap kulihat cermin dilangit-langit, aku terpacu untuk membagi kenikmatan yang lebih kepadanya.
Crik..!!!. Criik..!!!. Criiikk..!!!.
Bunyi dari gelang kakinya semakin sering dan keras, memenuhi seluruh sudut kamar. Vaginanya kugenjot semakin cepat dan kuangkat kaki kirinya, kulipat hingga lututnya menempel diperutnya. Dengan satu kaki terangkat dan satu lagi dikangkangkannya lebar-lebar ia semakin meracau.
"Ouahh.. Uuuhh!".
Dinding vaginanya mulai berdenyut dan aku pun sudah mencapai no return point-ku. Sebuah titik dimana aku tidak bisa turun atau kembali lagi, harus kucapai puncak itu. Kakinya yang tadi kulipat kukembalikan lagi dan segera kedua pahanya menjepit pinggangku. "Sekarang Hanny.. Aku mau kell.. lluu.. arr.. ghh" aku mengerang keras.
Pinggulnya naik menjemput kejantananku. Kutekan kejantananku dalam-dalam dilubang vaginanya.
"Ouhh Sayang.. Aku juga samm.. paaiii..!" ia memekik kecil.
Jepitan kakinya semakin ketat dan denyutan divaginanya terasa meremas penisku. Hak sepatunya menekan paha belakangku. Ditekannya pantatku kebawah dengan betisnya. Setelah beberapa saat kami sama-sama terkulai lemas bunga melati yang ditaburkannya sebagian menempel pada tubuh yang basah kuyup oleh keringat yang membanjir.
Udara sejuk dari AC sangat membantu untuk mengembalikan tenaga. Hanny masih mengusap dan mempermainkan bulu dadaku. Ia berbaring miring disebelahku dengan kaki kananya membelit kakiku. Kupeluk bahunya dan kuusap-usap dengan lembut.
"Aku tidak ingin hari ini berlalu. Aku masih ingin bersamamu mengarungi samudra kenikmatan" katanya sambil mengecup lenganku.
Setelah beberapa saat kemudian, nafas dan detak jantung kembali normal dan tertidur berpelukan sampai hampir lupa untuk makan malam. Jam tujuh malam aku terbangun dan perut terasa lapar. Aku memesan makanan dari kamar. Setelah makan kuajak Hanny untuk mandi dulu. Dibawah segarnya guyuran air hangat dari shower terasa tenaga cepat pulih kembali.
Tanpa mengenakan apa-apa kami kembali lagi ke ranjang bundar dan Hanny sudah merengek minta untuk masuk babak berikutnya. Aku masih menatap dan menikmati pemandangan tubuhnya yang seksi dalam keadaan telanjang terlentang disampingku. Ia naik keatas tubuhku dan mencium bibir, leher dan telingaku. Mulutku menghisap kedua payudaranya, kugigit putingnya bergantian. Ia hanya melenguh dan gairah mulai menjalar disekujur tubuh.
Tangannya menyusup disela pahaku, mengelus, meremas dan mengocok penisku. Pantatku sesekali kunaikkan dan menahan nafas. Bibirnya mengarah keleherku, mengecup dan menjilatnya. Nafasnya dihembuskan dengan kuat kedalam lubang telingaku. Dia mulai menjilati putingku dan tangannya mengusap bulu dadaku kemudian menjalar sampai kepinggangku. Aku semakin terbuai kenikmatan. Kupeluk dan kuusap pungungnya dengan kuat.
Tangan kiriku dibawanya kecelah dua pahanya. Jari tengahku masuk, mengusap dan menekan bagian depan dinding vaginanya dan ibu jariku menjepit dan memilin klitorisnya. Setiap kali aku mengusap dan memilinnya Hanny mendesis keras.
"SShh.. Ouhh.. Sshhss"
Ia melepaskan tanganku dari selangkangannya. Mulutnya bergerak kebawah, menjilati perutku. Tangannya masih memainkan penisku, bibirnya terus menyusuri perut dan pinggangku, semakin kebawah dan mengecup kepala penisku. Lidahnya membelah masuk kelubang kencingku. Aku merasa seperti disengat aliran listrik tegangan tinggi dan secara refleks mengencangkan ototku. Dua buah telur yang menggantung dbawahnya dihisapnya. Aku hanya menahan nafasku setiap ia menghisap telurku.
Hanny kembali bergerak keatas, tangannya masih memegang dan mengusap kejantananku yang telah berdiri tegak. Kembali berciuman, buah dadanya kuremas dan putingnya kupilin dengan jariku sehingga dia mendesis perlahan dengan suara merintih.
"SShh hhiihh.. Ssshh.. Ngghh.."
Perlahan diturunkankan pantatnya sambil memutarnya. Kepala penisku dipegang dengan jemarinya, kemudian digesekkan dimulut vaginanya. Terasa sudah mulai lembab karena cairan vaginanya. Dia mengarahkan kejantananku untuk masuk ke dalam vaginanya. Ketika sudah menyentuh bibir vaginanya, ditekan pantatnya perlahan. Pantatku naik menyambutnya.
Hanny merenggangkan kedua pahanya dan segera kepala penisku sudah mulai menyusup bibir vaginanya.
" Hanny.. Dorong.. Aku akan menyambutnya dari bawah..!!"
Hanny semakin menekan pantatnya dan penisku semakin dalam masuk kelubang nikmatnya.
"Ouhh.. Hanny" desahku setengah berteriak.
Hanny bergerak naik turun dan memutar. Perlahan-lahan kugerakkan pinggulku. Karena gerakan memutar dari pinggulnya, penisku seperti disedot pusaran. Hanny mulai mempercepat gerakannya, kupegang dan kutahan pantatnya. Aku yang mengatur kecepatan gerakan pantatku dari bawah dengan perlahan. Hanny membuat denyutan-denyutan didalam dinding vaginanya.
"Hanny.. Pelan saja. Kita nikmati saat-saat ini" desisku sambil mencium dadanya.
Aku ingin mengantarnya mengarungi samudra kenikmatan. Saling menjepit sebelah kaki dengan dua kaki. Kaki kirinya kujepit dengan kakiku dan demikian juga kaki kiriku dijepit dengan dua kakinya. Dalam posisi ini ditambah dengan denyutan pada kemaluan kami masing-masing terasa nikmat sekali. Kepalanya direbahkan didadaku dan mengecup putingku.
Tanganku menarik rambutnya kebelakang sampai kepalanya terangkat. Kucium dan kuremas buah dadanya yang menggantung. Setelah kujilat dan kukecup lehernya kulepaskan tarikan pada rambutnya dan kepalanya turun kembali, bibirnya mencari-cari bibirku. Kusambut mulutnya dengan satu ciuman yang dalam dan lama.
Hanny mengatur gerakannya dengan irama lamban, disertai dengan denyutan pada dinding vaginanya. Pantatnya diturunkan sampai menekan pahaku sehingga penisku terbenam dalam-dalam menyentuh dinding rahimnya.
Ia menegakkan tubuhnya hingga posisi duduk setengah jongkok diatas selangkanganku. Menggerakkan pantatnya maju-mundur sambil menekan kebawah hingga penisku tertelan dan bergerak kearah perutku. Rasanya seperti diurut dan dijepit sebuah benda yang kuat dan lunak. Semakin lama-semakin cepat ia mengerakkan pantatnya, tidak kasar atau menghentak-hentak. Darah yang mengalir kepenisku kurasakan semakin cepat dan mulai ada rangsangan yang merambat disekujur tubuhku.
"Ouhh.. Ssshh.. Akhh!" Desisnya semakin sering.
Aku tahu sekarang akan segera mengakhiri pertarungan ini dan menggapai puncak kenikmatan. Aku menggeser tubuhku keatas hingga kepalaku menggantung ditepian ranjang. Ia segera mengecup dan menciumi leherku.
"Sayang.. Sebentar lagi kita akan basah.. Ouhh!"
Desiran dan aliran disaluran kencingku makin kencang.
Aku bangkit dan duduk memangku Hanny. Penisku kukeraskan dengan menahan nafas dan mengencangkan otot antara buah zakar dan anusku. Ia semakin cepat menggerakkan pantatnya maju-mundur, bibirnya ganas melumat bibirku dan tangannya memeluk leherku. Tanganku memeluk pinggangnya dan membantu mempercepat gerakan kocokannya. Ia sedikit mengangkat lututnya dan berteriak keras.
" Sayaaang..! Berikan aku..!"
"Hanny.. Sekarang.. Kuberi.. Kan..!"
Kutarik tubuhnya dan kembali kurebahkan tubuhnya ke atas tubuhku, matanya melotot dan bola matanya memutih. Giginya menggigit bahuku dan..
" Sayaaang.. Sekarang Sayangku.. Sekarang.. Hhhuuaahh!"
Ia memekik kecil. Pantatnya menekan kuat kebawah. Dinding vaginanya berdenyut kuat menghisap penisku. Aku menahan tekanan pantatnya dengan menaikkan pinggulku. Bibirnya menciumiku dengan ciuman ganas dan sebuah gigitan pada bahuku. Satu aliran yang sangat kuat menyusup lewat lubang penisku. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan kudekap kepalanya didadaku. Nafasnya tersengal terdengar, setelah sebuah tarikan nafas panjang ia terkulai lemas diatas tubuhku. Keadaan menjadi sunyi.
Sisa malam itu masih bersetubuh dua kali, saling bercumbu panjang. Percumbuan terakhir sekitar jam lima pagi dengan foreplay yang lama dan mengejang bersama sekitar jam tujuh pagi. Kami berendam dibathtub dengan berpelukan dan jari tangan saling meremas. Selama mandi pagi ia menyabuni tubuhku dengan mesra.
"Sayang.. Kalau saja setelah bekerja kamu bisa tiap minggu ke Bogor, aku akan merasa sangat senang.."
"Hanny, aku tidak ingin hari ini berganti. Tapi banyak hal yang harus aku lakukan untuk masa depanku".
"Aku mengerti Sayang, tapi rasanya cepat sekali kita bersama dan sekarang kita sudah berpisah".
"Ada saat bertemu dan ada saat berpisah, meskipun aku tetap di Bogor kita tidak akan bisa selamanya begini".
Ia terdiam dan tidak berbicara apa-apa lagi sampai kami selesai mandi. Hanny masih sangat berat hati ketika kami sama-sama pulang ke Bogor.
Seminggu kemudian aku sudah siap masuk kerja dan aku berpamitan kepada Pak Yos dan Bu Mirna serta beberapa tetangga yang mengenalku. Ketika aku pamitan dengan keluarga Pak Edi, aku masih sempat dipersilakan duduk dan ngobrol dengan Pak Edi selama setengah jam. Ia sangat berterima kasih kalau aku sudah membantu Eka, sehingga kini prestasinya terbilang cukup bagus dikelasnya. Ia sangat menyayangkan kalau aku bekerja di Jakarta dan menyarankan agar aku bisa bekerja di Bogor. Andai saja aku bisa.
Ketika aku mohon diri, dijabat tanganku dengan erat. Eka juga memelukku dengan menitikkan air mata. Kuusap kepalanya dan kukatakan;
"Eka harus belajar lebih rajin ya..! Terima rapor cawu depan harus ranking satu..!"
Hanny menggenggam tanganku dengan bergetar dan menggigit bibir bawahnya. Ia tidak sanggup menatapku. Aku tidak berlama-lama lagi dan kembali kekamarku.
Beberapa minggu kemudian aku masuk kerja.  Aku pun sudah pindah ke Jakarta, mulai bekerja dan wanita-wanita masih saja datang dan pergi silih berganti didalam hidupku.
***Bersambung: Chapter 13

POSTING BLOG TERPOPULER