PERHATIAN : SITUS INI KHUSUS UNTUK USIA DIATAS 18 TAHUN ... MATERI DALAM SITUS INI BERISIKAN KONTEN-KONTEN UNTUK ORANG DEWASA ... BAGI ANDA YANG MASIH DIBAWAH BATAS KETENTUAN USIA DIMOHON TIDAK MENGAKSES SITUS INI..!!!. TERIMA KASIH

Manisnya Dunia Serasa Madu Chapter: 9

Aku kembali menjalani kehidupanku dengan menjalin hubungan dengan wanita lain selain Hanny dalam satu rentang waktu. Tentunya dengan manajemen waktu yang tepat agar tidak bertabrakan jadwal.
Aku mengenal Titin dari hobi jalan malam disekitar SM-Merdeka dan Siliwangi-Sukasari di Bogor.
Ketika sedang nongkrong di Wartel dekat pintu masuk Taman Topi ada wanita yang mondar-mandir didekatku. Dia mengenakan pakaian seragam sebuah pabrik. Kukira dia lagi nunggu temannya. Tidak lama kemudian ada seorang wanita lagi yang datang dan mendekatinya. Mereka bicara dengan suara keras dan nada tinggi seperti sedang memperdebatkan sesuatu. Aku tidak mau ikut campur dengan pembicaraan mereka. Toh aku juga tidak tahu ujung pangkalnya.
Setelah dilerai oleh Satpam, wanita yang datangnya belakangan akhirnya pergi dengan masih tetap memaki-maki wanita pertama dalam bahasa Sunda. Aku yang hanya sedikit tahu bahasa Sunda masih belum bisa sepenuhnya menangkap apa yang sedang terjadi didekatku. Aku mulai tertarik dan memperhatikan mereka. Wanita pertama tadi hanya diam saja, meskipun raut mukanya menunjukkan kekesalan. Kudekati dan kutanya,
"Kenapa Teh, maaf kelihatannya lagi berantem. Apa sih masalahnya..?"
"Nggak pa-pa kok. Dia menuduhku ada hubungan gelap dengan suaminya. Padahal aku berhubungan dengan suaminya hanya sebatas urusan pekerjaan" katanya.
"Ya sudah, Teteh kelihatannya masih kesal. Minum es dulu yuk biar tenang" kuajak dia untuk duduk minum di kafe yang banyak terdapat disana.
Kami pesan es buah. Kutawarkan untuk makan tapi dia menolaknya.
"Terima kasih Aa. Saya teh sudah nggak ada nafsu makan dan lagian masih kenyang" katanya halus.
Aku maklum saja. Mungkin setelah bertengkar tadi meskipun perut lapar jadi tidak ada selera makan. Setelah pesanan kami datang, ia mengaduk gelasnya perlahan-lahan dengan sendoknya.
"Sudah tenang sekarang. Kalau boleh tahu, apa sih masalah sebenarnya..?" tanyaku.
"Saya memang belakangan ini sering jalan dengan suaminya untuk urusan pekerjaan. Eh dianya cemburu ketika ketemu kami di Cibinong" jawabnya.
"Kan bisa dijelasin ama suaminya..?"
"Sudah, tapi dia nggak terima. Dibilang saya gatel, wanita murahan dan lain-lainnya. Daripada saya ladenin, nanti jadi makin rame saya tinggal pulang aja kekantor. Eh dia belum puas dan telpon kekantor. Katanya tungguin nanti malam di Wartel sini agar bisa selesai. Sampai disini saya masih dimaki-maki. Untung dilerai sama Satpam".
Akhirnya aku tahu dia bernama Titin dan bekerja sebagai supervisor produksi disalah satu pabrik tekstil yang memang banyak terdapat disekitar Cibinong. Rumahnya disekitar Biotrop. Suaminya minggat dengan perempuan lain enam bulan lalu. Jadi statusnya sekarang menggantung. Janda tidak, bersuami pun tidak juga. Dia belum punya anak. Janda kembang gantung, pikirku. Badannya ramping cenderung kurus, kulitnya bersih dengan dada membusung dibalik seragamnya. Ada keindahan tersendiri melihat seorang wanita dalam pakaian seragam. Eksotis..!!!.
Entah kenapa kalau ketemu wanita seringkali statusnya janda. Tapi sebenarnya aku tidak mau merusak keperawanan seorang gadis. Bagiku lebih berat bebannya. Lebih enjoy dengan janda atau gadis yang sudah tidak perawan. Tidak usah mengajari lagi.
"Aku mau pulang, tapi pikiranku suntuk. Dibawa tidurpun pasti nggak mau" katanya lagi.
"Kalau gitu kita jalan ke Puncak aja yuk. Menenangkan pikiran" ajakku.
"Boleh, tapi jangan kemalaman ya!"
"Nggak, kan rumahmu juga nggak terlalu jauh dari Puncak".
Aku mulai berpikir, pasti kami nggak akan kemalaman, paling-paling kepagian. Kami segera menghabiskan minuman dan segera berangkat ke Puncak. Sampai didaerah Cibogo, ia minta turun dan mengajak berjalan kaki menyusuri jalan raya. Para GM yang sedang menjerat mangsa menawarkan penginapan pada kami. Aku hanya menatap Titin dan ternyata dia cuek aja dengan tawaran GM tadi.
Dinginnya udara Puncak mulai terasa. Ia mulai kedinginan dan mendekapkan kedua tangannya di dadanya.
"Dingin..?" tanyaku.
Titin hanya mengangguk saja. Sambil jalan kulingkarkan tangan kiriku pada bahu kirinya. Ia menggelinjang sedikit, sepertinya menolak pelukanku. Tapi tanganku tetap dibiarkan di bahunya. Bahkan tangan kanannya melingkar dipinggangku dan mencubitku. Aku menggerakkan pinggulku sedikit kegelian. Sampai di depan sebuah wisma kami berhenti.
"Masuk yuk!" ajakku.
"Mau ngapain. Katanya nggak sampai malam" jawabnya.
Ada nada keraguan atau mungkin juga kepura-puraan.
"Ngapain aja terserah kita dong. Lagian kalau dua orang berbeda jenis masuk ke hotel ngapain..?" pancingku.
"Tidur aja. Kamu merem, aku merem. Aman kan..!?" katanya.
"Nggak mau. Kalau kamu merem aku melek, sebaliknya kalau kamu melek aku yang merem, supaya ada yang jaga" kataku melempar umpan semakin dalam.
"Ayo. Tapi kamu janji jangan macam-macam. Awas nanti" katanya mengancamku.
Dari suaranya umpanku sudah termakan. Tinggal tarik ulur tali saja agar ikannya tidak terlepas. Kami masuk kedalam kamar. Kuperiksa sebentar kelengkapannya. Jangan sampai lagi tanggung room boy datang antar kekurangannya. Aku minta air putih saja untuk didalam kamar. Meskipun udara dingin, aku yakin nanti pasti perlu minum. Titin masuk kedalam kamar mandi dan sebentar kemudian terdengar suara air yang keluar dari jepitan pintu vaginanya.
Wsshh..!!!. Dan tak lama suara guyuran air.
Aku keluar kamar, berdiri diteras kamar sambil melihat suasana. Sepi, karena memang bukan week end. Aku masuk lagi kedalam kamar. Kebetulan Titin pun keluar dari kamar mandi. Pintu keluar dan pintu kamar mandi berdekatan posisinya. Kupandangi wajah Titin, kupegang tangannya dan dengan sekali tarikan ia sudah ada dalam pelukanku. Ia sedikit meronta, tapi rasanya hanya penolakan pura-pura.
"Jangan.. Jangan!"
Kalau memang dia tidak mau, pasti kami berdua tidak akan sampai kekamar ini. Kucium bibirnya yang tipis. Lemas sekali bibirnya sehingga terasa kenikmatan mulai menjalar, meskipun ia belum membalas ciumanku. Kulepaskan lagi ciumanku dan kutatap matanya.
"Aku mohon.. Jangan.. Jangan. Jangan disini Sayang!"
Ia mengakhiri kata-katanya dengan menyerbu bibir dan mukaku kemudian menarikku kearah ranjang.
"Say, aku merasa kesepian dan kedinginan. Kamu mau berikan kehangatan..?"
Rasanya terbalik pertanyaannya itu. Mestinya aku yang tanya apakah dia mau bercinta denganku.
"Pasti. Kita akan sama-sama puas malam ini".
"Terima kasih Say. Aku.. Aku..".
Sambil berkata begitu ia langsung mencium bibirku. Aku pun langsung membalas ciumannya. Bibir kami saling berpagut, lidah kami saling mendorong dan menjepit saling sedot. Cukup lama kami menikmatinya. Bibirnya memang benar-benar terasa sangat lemas sehingga dapat kupermainkan dan kuputar-putar dengan mulutku.
"Ayo puaskan aku Sayang.. Ah. Ah." suaranya hanya mendesis ketika ciumanku berpindah turun ke leher dan daun telinganya.
Tangan kiriku mulai menjalar dipahanya. Kusingkapkan roknya, benar-benar mulus sekali pahanya. Kuremas-remas sampai kepangkal pahanya. Ketika sampai dicelana dalamnya, kutekankan jari tengahku kebelahan ditengah selangkangannya dan aku gesek-gesekkan. "Ah Sayang. Kamu nakal sekali".
Aku tidak menghiraukannya. Sementara itu tangan kananku meremas halus buah dadanya dari luar. Tangannya pun tak mau ketinggalan memegang bahkan mencengkeram keras kejantananku dari luar. Terasa sakit tapi aku dapat menikmatinya.
"Kita tidak akan kemalaman sekarang, tapi kepagian," bisikku menggodanya.
"Biarin aja, saya besok shift siang jam 3".
Dengan ganasnya aku menciuminya, seperti seekor kucing yang sedang melahap dendeng. Tangannya bergerak kebawah dan terus kebawah. Ia membuka kancing bajuku dan melepasnya. Kini setiap jengkal tubuhku bagian atas tak luput dari ciumannya. Kemudian ia membuka resleting celanaku dan langsung mencengkeram penisku.
"Anto, punya kamu boleh juga. Tidak besar tapi keras sekali. Apa ada wanita lain yang pernah merasakannya..?"
Pertanyaan itu lagi. Kenapa setiap wanita mau tahu apakah pria yang dikencaninya pernah tidur dengan wanita lain.
"Ada, aku bukan perjaka lagi" jawabku tenang.
Yang penting adalah apa yang terjadi sekarang ini. Dan lagi kelihatannya ia hanya sekedar bertanya tanpa mempedulikan jawabanku.
Belum selesai kata-kataku, ia telah mengocok dan kadang meremas kejantananku. Pintar sekali ia memainkan penisku. Beberapa menit kemudian tegangan pada kejantananku sudah maksimal. Tiang bendera sudah tegak berdiri, siap untuk melaksanakan apel malam. Kudorong tubuhnya ke ranjang dan kemudian aku pun langsung menerkam tubuhnya.
"Sabar Sayang, buka bajunya dulu donk."
Kami membuka pakaian kami masing-masing. Setelah telanjang bulat, langsung kubaringkan tubuhnya. Kuciumi senti demi senti tubuh mulusnya. Dari atas kebawah sampai pada paha dalamnya. Kurenggangkan kedua pahanya. Tercium aroma khas seorang wanita. Kurenggangkan labia mayora dan labia minoranya dengan jempol dan telunjukku.
"Ayo Sayang.. Puaskan.. Aku.. Ya.. Ohh. Oohh."
Kata-katanya terus meracau, apalagi ketika aku melahap habis biji kacangnya dengan mulutku, kadang kusedot, kuhisap dan kugigit dengan lembut.
"Ah.. Ennak Ssayang.. Kamu ppinnttarr. Ohh.. Oohh"
Aku sudah tidak mempedulikan kata-katanya. Aku makin asyik dengan mainanku. Kulepaskan mulutku dan kutindih dia. Kumasukkan jari tengah kiriku kedalam lubang perlahan lahan. Tubuhnya meronta-ronta seperti orang kesetanan, kedua payudaranya bergoyang kencang. Aku pun meraih payudaranya itu. Dengan tangan kananku, kupelintir puting susunya yang sebelah kiri dan mulutku kini menggigit halus puting kanannya. Sementara jari kiriku tetap mengocok lubang vaginanya. Semakin cepat kocokanku, semakin cepat pula ia meronta.
Kuhentikan permainan tanganku dan kuarahkan kejantananku untuk memasuki liang kenikmatannya. Tanpa kesulitan aku segera menembus vaginanya. Terasa basah dan hangat. Kugerakkan pinggulku dan ia membalas dengan memutar pinggulnya dan menaik turunkan pantatnya mengimbangiku. Satu kakinya menjepit pahaku dan kaki lainnya dibuka lebar dan disandarkan kedinding kamar. Kuciumi leher dan dadanya. Beberapa kali kugigit kecil kulit dadanya sampai meninggalkan bekas kemerahan.
"Ciumi leher dan pundakku! Aku sangat terangsang kalau dicium disitu" rintihnya.
Kuikuti kemauannya dan sampai akhirnya ia menggelinjang hebat, kedua tangannya mencengkeram keras kepalaku. Pinggulnya naik menjemput kejantananku. Kutekan kuat kejantananku dalam-dalam dan akhirnya ia mencapai orgasmenya. Ia terkulai lemas. Ditekan-tekan pantatku kebawah dengan tangannya.
Kemudian aku turun dari tubuhnya dan membiarkannya beristirahat sebentar. Setelah nafasnya pulih ia naik keatas tubuhku dan mulai mencium bibir, leher dan telingaku. Mulutku menghisap kedua payudaranya. Terkadang kugigit putingnya bergantian. Ia hanya mengeluh merasakan nikmatnya. Beberapa menit kemudian ia sudah terangsang lagi.
"Ayo Sayang. Aku sudah siap memuaskanmu babak kedua.."
"Kita lakukan dengan berdiri" kataku berbisik ditelinganya. Ia hanya tersenyum dan mengangguk.
Kuangkat tubuhnya berdiri disamping ranjang. Kami masih saling berciuman dengan ganas. Ia kemudian mengangkat kaki kirinya keatas ranjang, kudorong sedikit sampai ia mepet kedinding kamar. Tangannya membimbing penisku memasuki vaginanya. Pantatnya sedikit disorongkan kedepan dan perlahan lahan penisku masuk.
Blesshh..!!!. Sleeeph..!!!.
Semuanya sudah terbenam didalam vaginanya. Oh hangatnya.
"Ayo Sayang, goyang.. Sayang ohh.. Ohh"
Kedua tangannya memegang pantatku dan membantu gerakan pinggulku maju-mundur. Rasanya nikmat sekali bercinta sambil berdiri. Badannya ia lengkungkan kebelakang sehingga penisku dengan leluasa mengobrak-abrik vaginanya. Pinggangnya juga bergerak-gerak mengimbangi gerakanku. Mulutku tetap melakukan aktivitas di bagian atas tubuhnya. Kadang berciuman, kadang menyedot dan mengulum putingnya. Cukup lama aku mengocoknya, akhirnya kupercepat kocokanku ketika kurasakan lahar panas akan keluar.
"Tin, oh.. Aku mau keluar. Dikeluarin dimana nih ohh. Oohh".
"Tunggu sebentar. Aku juga mau keluar, ohh. Ooohh sama-sama ya Sayang.. Ohh.. Didalam aja nggak apa-apa. Ohh barengan yah."
Akhirnya kutumpahkan spermaku didalam vaginanya. Aku mencapai klimaks duluan. Titin tidak bisa mencapai klimaks yang kedua meskipun ia masih berusaha menggerakkan pantatnya maju mundur karena penisku sudah berangsur-angsur lemas dan akhirnya terlepas sendiri dari dalam vaginanya.
Kami rebah berdampingan diranjang. Ia memelukku dan menciumku. Kuakui wanita satu ini memang luar biasa. Tidak dengan setiap orang aku dapat melakukannya dengan berdiri. Aku sudah coba. Tapi dengan Titin meskipun dia jauh lebih pendek dariku ternyata aku bisa melakukannya.
"Sorry Tin. Aku nggak tahan lagi. Nanti kita akan mulai lagi dengan santai dan saling menunggu sehingga bisa mencapai klimaks bersama-sama. Terima kasih ya Sayang. Kamu benar-benar hebat."
"Nggak apa-apa. Aku sudah dapat duluan. Kamu juga hebat. Malam ini masih panjang. Kita tidak usah tidur sampai pagi supaya dahagaku terpuaskan".
Akhirnya sisa malam kami lalui dengan berpelukan. Ia tersenyum kemudian menciumku dan merebahkan kepalanya didadaku. Malam itu kami masih melakukannya lagi tiga kali sampai pagi. Sekali kami lakukan di lantai beralaskan selimut. Ternyata ketika bermain dilantai kami bisa merasakan nikmat yang luar biasa. Gairah kami seakan-akan meledak sampai seluruh badan terasa sakit dan ngilu. Tetapi setelah mandi pagi gairahku kembali menyala dan aku masih sempat sekali lagi bergumul dengannya.
Kami pulang dengan membawa kepuasan dan rasa lelah yang luar biasa. Seharian kuhabiskan dengan tidur-tiduran. Bahkan aku tidak sempat makan siang. Setelah itu aku masih sempat dalam dua pertemuan merasakan kehebatannya bercinta dengan posisi berdiri. Akhirnya dia pindah kost dan aku kehilangan jejak.
***Bersambung: Chapter 10

POSTING BLOG TERPOPULER