PERHATIAN : SITUS INI KHUSUS UNTUK USIA DIATAS 18 TAHUN ... MATERI DALAM SITUS INI BERISIKAN KONTEN-KONTEN UNTUK ORANG DEWASA ... BAGI ANDA YANG MASIH DIBAWAH BATAS KETENTUAN USIA DIMOHON TIDAK MENGAKSES SITUS INI..!!!. TERIMA KASIH

Manisnya Dunia Serasa Madu Chapter: 8

Suatu sore ketika aku berjalan-jalan disekitar Pasar Ramayana ada seorang wanita mendahuluiku berjalan tergesa-gesa. Ide isengku muncul, kususul sambil kupanggil dia dari belakang.
"Da, Ida!"
Dia menoleh kebelakang tersenyum dan memperhatikanku.
"Siapa ya..?" tanyanya.
"Maaf, maaf kukira temanku. Mirip sekali, kebetulan dia bernama Ida" sahutku.
"Mau ke mana sih..?" 
Tanyaku sambil kuulurkan tangan mengajak berkenalan.
"Saya Anto".
"Ida, Farida" jawabnya sambil menyambut tanganku.
"Sebenarnya saya mau nonton di Ramayana Theatre, tapi sudah terlambat lagipula filmya nggak bagus", sambungnya lagi.
"Sekarang mau kemana lagi" pancingku.
"Nggak ada, mau pulang aja" jawabnya.
"Jalan yuk ke Sukasari"
"Mau ngapain..?"
"Jalan aja, kalau ada film bagus kita nonton disana aja".
"Ayolah, kebetulan aku juga nggak ada acara, cuma bengong dirumah".
Sambil ngobrol akhirnya aku ketahui Ida bekerja disebuah showroom mobil di Jakarta. Ia janda cerai beranak satu. Sudah dua tahun ia menjanda. Umurnya lima tahun diatasku. Tinggal didaerah Warung Jambu, kost dengan beberapa temannya. Perawakannya sedang, tinggi 160 cm dengan badan yang agak kurus dan dada kecil. Wajahnya lumayan, kalau dinilai dapat angka tujuh. Kacamata minus satu nongkrong dihidungnya.
Sampai di Sukasari Theatre ternyata film sudah diputar setengah jam.
"Sekarang bagaimana..?" tanyaku.
"Terserah kamu saja".
Kuajak dia jalan mutar-mutar di Matahari lihat-lihat baju dan kosmetik. Akhirnya dia ngajak minum jamu dikedai dekat jalan. Tiba-tiba saja dia menggandeng lenganku berjalan ke kedai jamu itu.
"Mau minum sari rapet" godaku.
"Nggak ah, saya biasanya minum sehat wanita saja".
Akhirnya dia pesan jamu sehat wanita dan aku minum sehat lelaki. Setelah minum jamu duduk-duduk sebentar disana dan kembali ke Sukasari Theatre. Tak berapa lama loket buka.
"Jadi nonton..?" tanyaku.
"Tentu saja jadi, buat apa nunggu lama-lama di sini..!".
Aku ke loket beli tiket. Dan kembali duduk disampingnya di lobby. Suasana kelihatan sepi, hanya ada beberapa orang saja yang duduk-duduk di lobby. Sukasari Theatre memang bukan bioskop favorit di Bogor. Kalah sama Sartika 21 yang baru dibuka.
Akhirnya kami masuk kedalam bioskop, kemudian film mulai diputar. Beberapa lama kemudian tangannya menyusup ke lenganku. Aku diam saja. Ida semakin merapat. Aku berpaling dan menatap wajahnya. Ia tersenyum dan membuka mulutnya sedikit. Tampak giginya yang berderet rapi. Ia menyorongkan mukanya kearahku dan mencium pipiku, aku sedikit kaget. Aku lepas tangannya dari lengan kiriku, lalu kulingkarkan ke bahu kirinya. Muka kami berdekatan. Kutatap lagi wajahnya dan perlahan-lahan muka kami saling mendekat. Matanya agak terpejam dan mulutnya terbuka. Kukecup bibirnya pelan dan lama-lama menjadi ciuman yang dalam. Kacamatanya menghalangi aksiku, kuminta dia melepas kacamatanya. Kuremas dada sebelah kirinya dari luar baju dengan tangan kiriku. Ia menolak dan menepiskan tanganku, tetapi dibiarkan tanganku memeluk bahunya.
Praktis kami nggak konsentrasi lagi cerita film yang sedang diputar. Sepanjang pemutaran film itu, saling merapat dan berciuman. Kadang-kadang lidah saling mendesak kedalam rongga mulut, bergantian kadang lidahnya menggelitik rongga mulutku, kadang lidahku yang masuk kedalam mulutnya. Ia mendesah menahan dorongan nafsunya yang tertahan sekian lama.
Film habis, kami keluar dan berjalan mencari angkutan.
"Kalau sudah malam begini dari sini susah cari angkutan ke rumahku " katanya.
"Jadi bagaimana..?"
"Kita coba saja ke Ramayana, nanti disambung lagi".
Akhirnya kami dapat angkutan, tetapi hanya sampai Pajajaran saja. Turun didepan pintu Kebun Raya yang di Pajajaran. Kami menungu lagi disitu.
"Jam segini nggak ada lagi angkutan ke Warung Jambu kali ya..?" tanyaku.
"Kelihatannya sih nggak ada lagi. Kita cari penginapan saja yuk, aku pernah nginap rame-rame dengan teman-teman disatu penginapan. Agak murah, tapi aku lupa tempatnya".
Sekilas terpikir olehku Wisma ‘T’ dekat Pasar Kebon Kembang.
"Benar nih mau nginap..? aku tahu ada penginapan yang bersih dan murah".
Setelah lima belas menit menunggu ada mobil omprengan plat hitam berhenti didepan kami.
"Kemana Pak..? Mari saya antar" tanya sopir sambil membuka kaca jendelanya.
Kami naik dan minta diantar ke Wisma ‘T’. Sampai disana ternyata hanya ada kamar standar double bed. Setelah menyelesaikan bill, kami berdua masuk ke kamar. Didalam kamar kami rapatkan dua bed yang ada. Karena agak gerah kubuka kaosku. Ida hanya memandang dan tersenyum saja. Kami berbaring berdampingan di bed masing-masing.
"Boss-nya yang punya showroom orang mana sih..?"
"Keturunan Arab" Jawabnya.
"Asyik dong pasti gede punya barangnya. Kamu sering diajak sama boss dong..!".
"Nggak pernah kok" Entah dia berbohong atau benar.
"Terus kalau tiba-tiba kepengen gimana..?" Ida hanya diam saja.
Ida bangun dan kulihat dia membuka celana panjangnya.
"Eh.. ngapain dibuka..?" kataku terkejut.
Ida hanya tersenyum saja. Ternyata dia memakai celana pendek santai sebatas lutut didalamnya. Kembali Ida berbaring di bednya. Karena kedua bed sengaja kami susun berhimpitan, tanganku bisa menjangkau tubuhnya dan kurengkuh mendekat tubuhku. Kembali kami berciuman. Mula-mula hanya kukecup bibirnya saja dengan lembut. Ida membalas lembut dan lama kelamaan mulai menjadi liar. Tangannya memainkan bulu dadaku. Beberapa menit saling berciuman dengan dengus nafas yang berat. Kutindih dia sambil berciuman. Penisku mulai bangkit, Ida merapatkan selangkangannya pada selangkanganku. Mulutku turun keatas dadanya dan kucoba membuka kancing blouse-nya dengan bibirku dan gigiku.
"Sebentar, aku buka dulu bajuku ya" Katanya sambil membuka kancing bajunya satu persatu.
"Jangan, nggak usah dibuka" kataku sambil menahan tangannya.
"Nggak apa-apa kok. Kamu mau kan..?" Katanya mendesah.
Ia terus membuka baju dan celana pendeknya. Tangannya membuka ikat pinggangku dan akhirnya menarik ritsluiting dan perlahan ia menarik celanaku kebawah. Kini kami hanya mengenakan pakaian dalam saja.
"Kamu sering mengajak perempuan untuk begini ya..?" tanyanya.
"Ah nggak, aku belum pernah kok berhubungan dengan wanita" kataku berbohong.
Aku memang sudah beberapa kali berhubungan dengan wanita.
"Nggak percaya, kelihatannya kamu lihai sekali bercumbu tadi".
"Kalau sebatas ciuman emang sih, tapi untuk lebih jauh lagi belum pernah. Paling hanya nonton film dan baca cerita saja"
"Jadi kamu masih perjaka..?" ia meyakinkan lagi.
"Emangnya kenapa..?"
"Eehhngng.." Ia mendesah ketika lehernya kujilati.
Ida menindihku dan tangannya kebelakang punggungnya membuka pengait bra. Terbukalah dadanya dihadapanku. Buah dadanya tidak besar, hanya pas setangkupan jemariku. Terasa sudah agak kendor. Ida mendorong lidahnya masuk jauh kedalam rongga mulutku. Lidahnya liar memainkan lidahku. Aku hanya pasif saja, sesekali membalas mendorong lidahnya. Tanganku memilin puting serta meremas payudaranya. Ida menggeserkan tubuhnya ke bagian atas tubuhku sehingga payudaranya pas di depan mulutku. Segera kuterkam payudaranya dengan mulutku. Putingnya kuisap pelan dan kugigit kecil.
"Aaacchh, teruskan Anto.. Teruskan". Ia mulai mengerang dan meracau, punggungnya melengkung ke belakang.
Penisku semakin keras. selangkangannya semakin merapat pada selangkanganku, hingga kadang terasa agak sakit jika dia terlalu keras menindihku. Puting dan payudaranya semakin kencang dan keras. Kukulum payudaranya sehingga semuanya masuk kedalam mulutku, sambil putingnya terus kumainkan dengan lidahku. Dadanya terlihat memerah dan menjadi lebih gelap dibanding bagian tubuh lainnya pertanda nafsunya mulai terbakar. Nafasnya tersengal-sengal.
Tangannya bergerak kebawah menyelusup dibalik celana dalamku, meremas, mengocok dan menggoyang-goyangkan penisku. Dia menarik celana dalamku sampai ke lutut dan dengan bantuan jari kakinya ia melepaskannya kebawah. Aku telanjang bulat, Ida menggeser mulutnya kearah bawah, menjilati leher dan menggigit kecil daun telingaku. Hembusan nafasnya terasa kuat menerpa tubuhku. Dia mulai menjilati putingku. Aku terangsang hebat sekali, hingga menggeleng-gelengkan kepalaku untuk menahan rangsangan ini. Kupeluk pinggangnya erat-erat.
Tangannya kemudian membuka celana dalamnya sendiri. Tangan kiriku leluasa bermain diantara selangkangannya. Rambut kemaluannya tidak begitu lebat dan pendek-pendek. Dengan jari telunjuk dan jari manis kubuka labia mayora dan labia minoranya. Jari tengahku menekan bagian atas organ kewanitaannya dan mengusap bagian yang menonjol seperti kacang tanah. Setiap aku mengusap klitorisnya, Ida menggigit kuat dadaku dan mengerang tertahan.
"Aaauhh.. Ngngnggnghhk".
Mulutnya bergerak semakin kebawah, bermain-main dengan bulu dada dan perutku, terus semakin kebawah, menjilati bagian dalam lutut dan pahaku. Sendi-sendi kakiku terasa mau lepas. Tangannya masih bermain-main kejantananku. Mulutnya mulai menjilati kantung penisku. Tanganku meremas-remas rambutnya untuk mengimbanginya. Aku pikir dia mau meng-oral, tetapi ternyata tidak, dia hanya sampai pada kantung penis saja. Aku hanya menunggu dan mengimbangi gerakannya, seolah-olah aku belum pernah melakukan hal ini.
Kembali Ida bergerak keatas, tangan kirinya memegang dan mengusap kejantananku yang telah berdiri tegak. Ia jongkok diatas selangkanganku. Perlahan ia turunkan pantatnya sambil memutar. Agak susah dia memasukkan kejantananku kelubang vaginanya. Mungkin benar juga setelah menjanda dia tidak pernah merasakan lagi nikmatnya berhubungan badan. Kepala penisku dijepit dengan kedua jarinya, digesekkan dimulut vaginanya. Terasa hangat dan lembab, lama-lama seperti berair. Dia mencoba lagi untuk memasukkan kejantananku.
Blleessh..!!!. Sleeeph..!!!. Usahanya berhasil.
"Ouhh.. Ida.. Ouhh" aku setengah berteriak.
Ida bergerak naik turun setengah jongkok. Perlahan-lahan dia menggerakkannya, karena memang terasa masih agak kesat dan kering. Aku imbangi dengan memutar pinggulku dan meremas payudaranya. Kepalanya mendongak keatas dan bergerak kekanan-kiri. Kedua tangannya bertumpu pada pahaku. Ketika lendirnya sudah membasahi organnya Ida mempercepat gerakannya, kadang-kadang dibuatnya tinggal kepala penisku saja yang menyentuh mulut vaginanya.
Ida menghentikan gerakannya, merebahkan tubuhnya diatasku dan erasa otot vaginanya meremas penisku. Terasa nikmat sekali. Ketika dia relaksasi aku mengencangkan otot perutku seolah-olah menahan kencing. Bergantian saling meremas dengan otot kemaluan. Beberapa saat dalam posisi itu tanpa menggerakkan tubuh, hanya otot kemaluan saja yang bekerja sambil berciuman dan memagut tubuh kami.
"Anto, .. Nikmat sekali .. Ooouuhh" desisnya sambil menciumi leherku.
Ida berguling kesamping, aku bergerak maju-mundur menyodokkan kejantananku ke dalam vaginanya. Gerakanku menjadi kurang nyaman dan kurang bebas. Kugulingkan lagi tubuhnya, kini aku yang berada diatas. Kuatur gerakanku dengan ritme pelan menyodok sampai dalam, kurasakan kepala penisku menyentuh mulut rahimnya. Kuangkat penisku sampai keluar dari vaginanya dan kumasukkan lagi dengan pelan berulang-ulang. Ketika penisku menyentuh rahimnya Ida mengangkat pantatnya hingga tubuh kami merapat.
"Lebih cepat lagi, oohh.. Aku mau keluar aacchhkk.." Ida memeluk punggungku lebih erat. Betisnya membelit pinggangku, matanya setengah terpejam, kepalanya terangkat sehingga seolah-olah tubuhnya menggantung ditubuhku.
Kuubah ritmeku, kugerakkan dengan pelan. Hanya ujung penisku saja yang masuk beberapa kali kemudian sekali kutusukkan dengan cepat sampai seluruh batangnya terbenam. Matanya semakin sayu dan gerakannya semakin liar. Aku hentikan gerakanku. Payudaranya sebelah kuremas dan sebelah lagi kukulum dalam-dalam. Tubuh Ida bergetar seperti menangis.
"Jangan berhenti, teruskan.. Teruskan lagi" pintanya.
Aku tahu wanita ini hampir mencapai puncaknya. Kugerakkan lagi tubuhku. Kali ini dengan ritme yang cepat dan dalam. Semakin lama semakin cepat. Terdengar bunyi seperti kaki diangkat dari dalam lumpur ketika penisku kupompa dengan cepat.
"Ayolah Anto, aku mau sampai ".
Gerakan pantatku semakin cepat dan akhirnya
"Sekarang.. Anto.. Sekarang.. Yeeah!!"
Kurasakan tubuhnya menegang, vaginanya berdenyut dengan cepat, nafasnya tersengal dan tangannya meremas rambutku. Kukencangkan otot perutku dan kutahan, terasa ada aliran sperma yang mau meledak. Aku berhenti sejenak dengan posisi kepala penis saja yang masuk dalam vaginanya, kemudian kuhempaskan dalam-dalam.
Serr..!!!. Seerr..!!!. Seerrr..!!!.
Beberapa kali spermaku muncrat didalam vaginanya. Ida hendak berteriak untuk menyalurkan rasa kepuasannya, sebelum keluar suaranya kusumbat mulutnya dengan bibirku.
"MMmmhh.. Achhk.."
Pantatnya diangkat menyambut hunjamanku dan tubuhnya bergetar, pelukan tangan dan jepitan kakinya semakin erat sampai aku merasa kesulitan bernafas, denyutan didalam vaginanya terasa kuat sekali meremas kejantananku. Setelah satu menit denyutannya masih terasa sampai penisku terasa ngilu.
Ketika penisku mau kucabut dia menahan tubuhku.
"Jangan dicabut dulu, biarkan saja didalam. Ouhh kamu hebat sekali Anto. Terima kasih kamu telah memuaskanku" Ida mengecup bibirku.
Kubiarkan dia memelukku sampai penisku mengecil dan akhirnya keluar sendiri dari vaginanya. Malam itu dalam waktu kurang lebih tujuh jam kami bertempur sampai enam ronde. Paginya dia memelukku dan berkata;
"Aku mau lagi dilain hari".
"Ah.. Kamu nakal, perjakaku kamu ambil".
"Kamu yang nakal, kamu yang mulai".
Kupeluk dia dan kuangkat kekamar mandi untuk mandi dan membersihkan diri. Akhirnya kuantar dia pulang dan berjanji untuk datang lagi kerumahnya. Ternyata dia tinggal serumah dengan beberapa teman-temannya. Semuanya wanita, sebagian janda dan sebagian lagi masih gadis. Mereka masing-masing punya pekerjaan tetap.
Beberapa minggu kemudian ketika hari libur aku kerumahnya. Ternyata rumahnya kosong. Kata tetangganya semuanya lagi ke Cibadak. Aku pulang lagi. Beberapa hari kemudian aku kembali kerumahnya. Kuketuk pintu depan. Tak lama pintu terbuka dan seorang wanita keluar dari dalam.
"Cari siapa ya..?" tanyanya.
"Ida ada..?"
"Oh ada. Silakan masuk dulu, dia lagi dikamar".
Aku masuk dan duduk diruang tamu. Wanita tadi, temannya, masuk keruang dalam. Tak lama Ida keluar. Wajahnya terlihat berantakan.
"Sorry, habis baring-baring dikamar. Habis mandi agak siang tadi lalu mengantuk" katanya sambil mengulurkan tangan dan kusambut tangannya.
"Kok nggak pernah kesini lagi?".
"Waktu libur kemarin aku kesini tapi kosong, nggak ada orang sebiji acan. Kata tetangga sebelah ke Sukabumi".
"Iya, memang waktu itu rame-rame kerumah teman kost disini. Ke Cibadak beberapa hari. Tunggu sebentar aku ambilkan air" katanya sambil berlalu.
"Nggak usah repot-repot".
"Ah. Nggak kok cuma air putih saja".
Ia kembali dengan membawa nampan berisi segelas air putih. Mukanya terlihat sudah lebih rapi.
"Diminum ya, cuma air putih. Nggak ada temannya".
"Cukup kok, terima kasih" jawabku sambil meminum air didalam gelas sampai setengahnya.
Ida menarik kursi dan duduk didekatku. Ia tersenyum-senyum. Mungkin membayangkan peristiwa waktu itu.
"Kenapa senyum-senyum sendiri. Bahaya, nanti keterusan" kataku.
"Ah nggak, cuma.. Hmm" Ia tidak melanjutkan kalimatnya.
"Mau diulangi di sini?"
"Hussh, nggak enak sama teman-teman. Prinsipnya sih mereka nggak mau campuri urusan orang, tapi jangan disini deh..!".
"Kalau gitu kita jalan aja yuk!" ajakku.
"Boleh, tapi tunggu sebentar aku ganti baju dulu" katanya sambil berjalan.
Kuajak dia jalan-jalan dan nonton lagi di Sukasari Theatre. Hanya kali ini nggak ada kesempatan untuk ‘pemanasan’. Ada penonton lain disamping dan belakang kami. Selesai film diputar, kami keluar.
"Kemana sekarang kita, Da..?"
"Terserah kamu. Aku ikut saja kok".
Kupegang tangannya
"Da, aku mau belajar lagi sama kamu, boleh nggak..?"
"Dimana..?" Ida balik tanya.
"Kita ke Gadog. Nginap disana, tapi sebentar ya aku ke apotik dekat situ!"
"Mau beli apa ke apotik?"
"Aku takut kamu hamil, jadi cari pengaman dulu, sarung karet".
"Nggak usah. Aku nggak mau kalau pakai itu" nada suaranya meninggi.
"Kenapa, kan supaya kita sama-sama aman".
"Aku percaya kamu bersih dan aku masih ikut KB. Aku belum lepas spiral. Makanya waktu itu aku berani aja. Berapa kali kita waktu itu, tiga atau empat kali kan..?" suaranya kembali merendah.
"Enam kali. Ya sudah kalau begitu. Ayo kita berangkat..!"
Kami berangkat ke Gadog. Sampai disana kuajak dia kesalah satu wisma yang ada. Ida menunjukkan raut muka heran. Kami masuk kekamar. Room boy mengiringi dengan membawa handuk dan air putih di teko. Setelah room boy keluar Ida menuangkan air kedalam gelas yang tersedia, meminumnya sedikit dan mengisinya kembali hingga penuh, menutup lalu meletakkannya pada meja kecil disamping bed. Kurogoh kantungku, masih ada permen mint beberapa butir, kuletakkan didekat gelas.
"Kamu sering kesini ya..?"
"Nggak juga, cuma pernah rame-rame dengan teman nginap di sini".
"Kamu bayar penuh nginap satu malam..?".
"Iya, tapi dapat diskon, kurayu penjaganya. Aku mau mandi dulu, kamu nggak mandi..?"
"Sudah tadi mandi dirumah agak siangan".
Ida melepas celana panjangnya. Baru kuperhatikan bahwa dia mengenakan baju yang sama dengan pakaian yang dipakai pada pertemuan yang dulu.
Aku melepas baju dan celana panjang, kekamar mandi berlilitkan handuk. Selesai mandi kembali ke kamar, aku masih berlilitkan handuk tanpa pakai celana dalam lagi. Kulihat Ida di bawah selimut, bagian bahunya terbuka. Aku ikut masuk kebawah selimut dan melepas handuk yang kukenakan. Ternyata Ida sudah full bugil dibawah selimut. Kucium lembut bibirnya, kami saling merapatkan badan. Udara di Gadog cukup dingin, apalagi setelah mandi. Badanku beberapa kali menggigil.
"Dingin ya..?" tanya Ida.
"Lumayan, tapi sekarang sudah mulai hangat".
Tanganku mulai gerilya, merayap disekujur tubuhnya. Kurasakan kehangatan merayap ditubuhku. Adik kecilku mulai bangun, kurapatkan pada pahanya. Ia tertawa kecil, merasakan adik kecilku yang mendesak dan bergerak membesar dipahanya. Selimut yang menutupi tubuh kami tersingkap semuanya sehingga tubuh kami terbuka tanpa ada penutup selembar benangpun.
"Matikan lampunya, kain kordennya berlubang-lubang. Nanti diintip orang!" katanya.
"Nggak usah, aku ingin bercinta sambil melihat wajahmu. Kalau ada yang ngintip paling nanti kepingin. Biarin aja".
Kami mulai berciuman. Gerak tubuhnya mengisyaratkan keinginannya. Kujilati leher dan dagu kemudian kucium bagian belakang telinganya. Ia menggelinjang.
"Merinding ah, kamu kok jadi pintar. Jangan-jangan selama ini belajar dengan perempuan lain".
"Nggak kok, cukup satu gurunya".
Kubalikkan tubuhnya tengkurap. Kugigit tengkuknya dan kususuri punggungnya dengan lidahku. Ia merintih perlahan. Kurasakan ia semakin terangsang. Kubalikkan tubuhnya lagi dan kutindih.
Kembali berciuman, dengan nafsu yang membara. Suara-suara kecipak dan desahan tertahan terdengar ketika kedua mulut kami beradu dan saling menyedot. Lehernya kucium dan kujilat, kepalanya mendongak memberi kesempatan kepadaku untuk menjelajahi lehernya. Tangannya mengusap pipi, leher kemudian punggung sampai kepinggangku dan berputar menggesekkan kukunya perlahan pada kulitku, memberikan sensasi lebih. Sementara tangan kirinya mengusap punggung, tangan kanannya mulai mengelus kantung zakar dan mengurut batangku mulai dari pangkal ke ujungnya. Penisku makin tegang dan membesar. Ida berguling sehingga kini ia diatas. Tangannya masih mengurut penisku.
Ia melepaskan diri dari pelukanku dan membuka tasnya. Kulihat ia mengambil sesuatu, ternyata baby oil dan eau de toilette. Ida duduk disamping pinggangku menghadap kearah kepalaku. Ia menuangkan sedikit baby oil ke tangan kanannya dan kembali mengurut penisku.
"Aduh.. Achhk.. Luar biasa nikmat ".
Kupegang tangannya menahan kenikmatan. Dilepaskannya tanganku.
"Sudah, kamu diam saja. Jangan ganggu aku. Kalau nggak tahan pegangan kasur dan gigit ujung bantal saja. Kalau terasa mau keluar bilang".
Kuikuti perintahnya. Diurut terus penisku yang makin keras. Kepalanya yang besar kelihatan memerah dan mengkilat terkena baby oil. Aku makin terlena, kadang kuangkat pantatku menahan rangsangan yang luar biasa.
"Ouhh Ida.. Aku mau keluar, aku mau ke.. Lu.. ar".
Ida menggenggam dan merenggut kantong penisku dengan perlahan. Kurasakan rangsangan itu menurun pelan-pelan. Ida melepaskan genggamannya pada batang penisku. Kini dengan kedua tangannya ia mengurut pinggangku dari bagian luar kebawah dalam kearah penis. Beberapa menit ia lakukan itu. Kemudian ia menuangkan eau de toilette dan mencampurnya dengan sedikit baby oil, lalu mengusapkannya pada dada dan perutku. Setelah itu dia berbaring miring menghadap kearahku. Kuremas payudaranya yang sebelah kanan dengan kuat karena gemas. Ia tersenyum kecil dan menggelinjang.
"Sudah istirahatlah dulu, rileks dan buat pikiranmu menjadi santai. Hilangkan pikiran yang merangsang. Masih ada babak berikutnya".
Ida berbaring terlentang disampingku dan memejamkan matanya. Ditarik kembali selimut yang tadi sudah terlepas untuk menutup tubuh berdua. Aku mencoba untuk rileks dan menghilangkan bayangan dan pikiran yang merangsang. Agak susah memang tapi terus kucoba sambil menarik nafas dalam-dalam. Harumnya eau de toillette sangat membantu untuk menenangkan pikiranku. Lama-lama pikiranku menjadi tenang. Kulihat tarikan nafas Ida teratur, tetapi aku tahu ia tidak tidur meski matanya terpejam.
Setengah jam lebih berlalu. Ida bangun kemudian ke kamar mandi, dalam keadaan polos. Ketika keluar kulihat ia membawa air dalam gayung, sabun dan handuk kecil. Ia duduk disampingku dan membasuh penisku dan menyabuninya sampai bekas baby oil tadi hilang, kemudian mengelapnya dengan hati-hati. Setelah selesai ia kekamar mandi membuang air dalam gayung tadi.
"Kita masuk babak berikutnya..!" Katanya ketika kembali dari kamar mandi.
Aku berpikir apalagi yang akan dilakukannya. Ia membuka selimut yang masih menutup tubuhku, menindih dan menciumiku dengan ganas. Harumnya eau de toilette masih tercium. Aku kembali terangsang dengan cepat oleh aksinya. Ia memberi isyarat agar aku berada diatas. Adikku yang terangsang sudah mengacung dan siap menembus vaginanya. Ida memegang penisku dan mengarahkannya kelubangnya yang agak lembab. Kedua kakinya mengangkang lebar dengan lutut agak diangkat. Kali ini penisku bisa langsung masuk dan menerobos kedalam hingga tenggelam sampai kepangkalnya. Ida memegang pinggulku dan membantu menggerakkannya ke atas ke bawah. Kupacu kuda betinaku mendaki lereng kenikmatan. Gerakan kami semakin liar. Erangan dan lenguhan kami semakin kuat dan sering. Sampai akhirnya aku merasakan hampir sampai ke puncak kenikmatan. Kupercepat gerakan naik-turunku sambil mendesah.
"Ida.. Ouuhh.. Ida, kita sama-sama.. ".
Berbeda dengan kemauanku, Ida malahan mendorong tubuhku dan melepaskan pelukanku. Aku menolaknya.
"Apa-apaan kamu Da..!" kataku kecewa.
"Sudahlah lepaskan aku dulu, aku akan memberikan kamu sesuatu yang luar biasa malam ini. Percayalah" katanya lembut sambil mengecup keningku.
Aku berbaring menjauhi tubuhnya dengan hati kecewa dan penuh tanda tanya. Ida mencoba menghiburku.
"Aku akan memberikan kepuasan yang lain yang belum pernah kamu peroleh".
Aku masih diam saja.
"Sekarang istirahatlah lagi agak lama dari yang tadi"
Sambil berkata,  jemari tangannya memegang erat jemari tanganku. Aku menurut saja dan berpikir lagi, pastilah dia tidak bermaksud untuk mengecewakanku.
Tapi apa berikutnya..!!!.
Kulihat kali ini Ida benar-benar tertidur. Akhirnya aku mencoba juga untuk tidur. Sempat kulirik arlojiku. Jam sepuluh lewat sedikit. Beberapa lama kemudian entah karena dongkol atau lelah karena perasaan menggantung aku pun tertidur.
Entah berapa lama aku tertidur sampai aku merasakan ada tubuh yang mendesakku dengan lembut. Ida sudah bangun rupanya. Dadanya meskipun kecil tapi terasa menekan lenganku. Aku terkejut.
"Jam berapa sekarang..?" tanyaku.
"Jam dua belas lewat" jawabnya.
Berarti sudah dua jam aku tertidur. Ida menggapai gelas yang ada di meja kecil dekat ranjang, meneguk airnya dan memberikannya padaku.
"Minum dulu, mulut orang habis bangun tidur bau ".
"Siapa bilang?" kataku.
Sambil mengambil permen yang kuletakkan didekat gelas tadi, membuka bungkusnya dan memasukkannya kedalam mulut.
"Ih curang, bagi dong permennya" katanya sambil menciumi bibirku.
Kami saling memainkan permen tadi, bergantian mengulumnya sampai akhirnya habis.
Ida diatasku, menciumi dadaku dan menjilati putingku. Kepalaku diganjal dengan bantal satu lagi sehingga kepalaku agak keatas. Aku tidak tahan dengan aksinya sehingga kutarik mukanya ke mukaku. Kami berciuman dengan penuh gairah. Kaki kami saling menjepit, kakiku menjepit kaki kirinya dan kakinya juga menjepit kaki kiriku. Kugesekkan selangkanganku pada pahanya. Ia mendesah. Gantian sekarang selangkangannya yang menggesek pahaku.
Kami makin terbuai dengan gerakan masing-masing. Kini kedua kakinya menjepit kakiku. Sementara penisku yang penasaran sudah kembali mengeras. Dengan posisi diatasku sambil menahan tubuh dengan tangannya Ida menggerak-gerakkan pinggulnya mencoba memasukkan penisku kedalam liang kenikmatannya tanpa bantuan tangannya. Agak sulit memang, tapi ketika kepala penisku sudah mulai masuk ke dalam liang vaginanya ia memutar-mutar pinggulnya sambil menekan ke bawah. Kurasakan gerakan peristaltik yang kuat dari otot kemaluannya. Sampai kemudian seluruh batang penisku terbenam dalam vaginanya. Ia masih memutar-mutar pinggul dan membuat gerakan naik turun. Aku meremas, memilin serta mengulum payudaranya. Kami saling berbagi kenikmatan dengan posisi seperti itu. "Ouh.. Mmmhh.. Ngngngnhhk" Ida mendesah tertahan.
Aku mencoba duduk dengan Ida tetap dalam pangkuanku. Kami bisa berpelukan dan berciuman dengan sangat intens. Ida tetap menggerakkan pinggulnya naik turun. Penisku terasa seperti dikocok-kocok.
Kurebahkan Ida ke arah yang berlawanan dengan posisi tidur semula, sehingga kini bantal berada di posisi kaki. Kugenjot pinggulku naik turun dengan ritme yang berubah-ubah. Kadang cepat kadang sangat lambat. Tapi setiap gerakanku selalu kubuat agak tinggi sehingga penisku terlepas dari vaginanya, lalu kutekan lagi. Setiap penisku dalam posisi masuk, menggesek bibir vaginanya ia terpekik kecil. Kami berdua sangat menikmati permainan ini.
Kakinya bergerak dan kedua kakinya kujepit dengan kedua kakiku. Dalam posisi begini aku tidak bisa menarik penis terlalu tinggi karena susah untuk memasukkannya lagi. Namun dalam posisi begini jepitan vaginanya jadi sangat terasa.
Kami mengubah posisi lagi. Kali ini kaki kirinya diuar kaki kananku dan kaki kanannya didalam kaki kiriku. Kubelit kaki kirinya dengan kaki kananku dan sebaliknya. Dengan posisi ini bisa menghemat gerakan. Dengan sedikit gerakan saja rangsangan kenikmatan sangat terasa. Kadang hanya diam saja dan cukup menggerakkan otot kemaluan untuk saling memberi rangsangan. Ketika kurasakan akan mencapai puncak kenikmatan kuubah posisi kaki dalam posisi konvensional. Ini paling memungkinkan untuk mengekspresikan puncak kepuasan secara maksimal.
"Ida.. Ouhh nikmat sekali, hebat sekali permainanmu.. "
Sudah setengah jam kami bercinta, terasa ada energi tambahan yang membuat bertahan untuk tidak segera mencapai puncak. Kupercepat gerakanku dan gerakannya juga semakin liar.
"Agak keatas sedikit.. Oooh" pintanya.
Kuikuti saja permintaanya. Aku menggeser tubuhku agak keatas bagian tubuhnya, sehingga gerakan penisku menggesek bagian atas vaginanya. Dengan posisi ini gesekan penisku dengan klitorisnya mebuat dia sangat nikmat. Tubuhnya merinding dan gemetar. Pinggulnya memutar-mutar dan naik menghisap penisku.
Bunyi deritan ranjang, erangan dan bunyi selangkangan beradu seakan-akan berlomba. Tubuh sudah basah oleh keringat yang membanjir. Dinginnya udara Puncak tak terasa lagi. Kurasakan ada gerakan menjalar dalam penisku. Saatnya sebentar lagi akan kuakhiri permainan ini. Ida terengah-engah menikmati kenikmatan yang dirasakannya.
"Ida.. Da sebentar lagi aku mau keluar.. "
Gerakanku semakin cepat hingga tubuhku melayang. Lututku mulai sakit.
"Anto aku juga mmau kkel.. uar. Kita sama-sama sampai".
Ketika kurasakan aliran pada penisku tak tertahankan lagi kuhujamkan dalam-dalam sambil memekik tertahan.
"Ida.. Ouh .. Sekarang.. Sekarang"
"Ouh Anto aku.. Keluar"
Kakinya membelit kakiku, kepalanya mendongak dan pantatnya diangkat. Kurasakan denyutan dalam vaginanya sangat kuat. Kutembakkan spermaku sampai beberapa kali. Giginya dibenamkan dalam bahuku sampai terasa pedih. Aku merasakan hal yang luar biasa sepertinya melayang diudara, cairan spermaku keluar lebih banyak. Nafas masih tersengal-sengal, kucabut penisku dan menggelosor disampingnya. Jarinya memegang erat jariku.
"Bagaimana..?" tanyanya.
"Wouw.. Luar biasa" jawabku.
"Aku baca dari sebuah buku tentang teknik pijatan untuk melancarkan aliran darah ke penis dan memperbanyak tembakan sperma".
"Pantas saja, rasanya spermaku sangat banyak dan senjataku sangat keras. Terima kasih Ida".
Kami tidur sampai pagi dan rasanya cukup sekali saja kami bercinta dalam semalam kalau kepuasan yang didapat luar biasa seperti kali ini. Kuantarkan Ida kembali kerumahnya. Temannya yang membukakan pintu kemarin tersenyum-senyum dan melirik genit kearahku.
"Boleh dong lain kali ajak kita, masakan Ida terus yang diajak. Kita punya oke juga lho" katanya sambil melihat kearah Ida sambil meleletkan lidahnya.
"Silakan aja kalau Anto-nya mau".
Hmmm..!!!. Dia pikir kita takut.
Bersambung: Chapter 9

POSTING BLOG TERPOPULER