Setelah kencan di Ciawi, kami sering membuat janji untuk kencan lagi. Kadang di hotel di Ciawi, kadang di Cisarua atau didalam Kota Bogor saja. Bahkan kami pernah melakukannya didalam rumahnya ketika suaminya mengantar anaknya ketempat neneknya.
Aku tak berani melakukannya lagi didalam kamar kostku. Rasa takut ketahuan selalu menghantuiku kalau ia mengajak, kadang dengan memaksa untuk melakukannya dikamar kostku. Sebenarnya kalaupun ia terlihat masuk kekamarku, orang akan maklum saja karena tahu aku memberikan les privat pada Eka.
Hubungan kami kelihatannya aman-aman saja. Tidak ada gunjingan tetang kami berdua, karena kami saling menjaga dan menempatkan diri dengan baik. Kalau lagi ada orang lain kusapa dia dengan Ibu Heni, kalau pas tidak ada orang lain apalagi ketika ia mengerang dibawah tubuhku tentu saja kupanggil ia dengan mesra, Hanny.
Hanny pernah bercerita kalau dia sebenarnya tidak mencintai suaminya. Pernikahannya dulu terjadi untuk membalas budi keluarganya. Dia tidak berdaya dan tidak bisa menolak. Setiap kali berhubungan dengan suaminya, sebenarnya ia bisa mendapat orgasme, namun entah mengapa orgasmenya tidak bisa tuntas terlepas seakan masih ada yang menahan. Jadi dia sekarang melayani suaminya karena kewajibannya sebagai istri. Pak Edi juga tidak bisa berbuat banyak karena takut ditinggalkannya.
Sekali waktu sehabis bersetubuh, kami saling bercerita tentang banyak hal. Mulai dari kehidupan kuliahku, saat-saat indah ketika kami bersama-sama dan pengalaman lainnya. Sampai ketika kusinggung tentang otot perut yang kukencangkan sehingga memberikan efek penis menjadi lebih keras ia menanggapi dengan antusias. Ia bercerita tentang dinding vaginanya yang berkontraksi. Kami makin penasaran dengan fenomena ini.
Akhirnya kudapatkan jawabannya setelah dalam sebuah artikel disebuah majalah kesehatan kubaca tentang senam Kegel. Ternyata kekuatan otot ini bisa dilatih dengan latihan tertentu. Setelah kubaca dan kubandingkan dengan artikel lain, aku mulai berlatih senam Kegel. Tidak sulit dan bisa dilaksanakan dimana saja dan kapan saja.
Latihan dilakukan dengan menggerakkan otot antara anus dan penis dengan berkontraksi seolah-olah sedang menahan kencing. Otot ini dapat dikenali dengan mudah. Pada saat BAB ada gerakan yang menutup lubang dubur dan memotong tinja.
Aku kadang melatihnya ketika di kampus sedang mengikuti kuliah, kadang saat duduk di angkot dan melihat wanita seksi yang menggoda. Sekalian sambil membayangkannya. Aku sengaja belum memberitahukan pada Hanny. Aku ingin melatihnya sendiri dahulu. Setelah sebulan lebih berlatih, aku merasakan kekuatan penisku bertambah dan kenikmatan yang didapat Hanny meningkat. Hanny merasa heran dengan kemajuanku.
Hanny semakin penasaran dengan kejutan-kejutan kecil yang kuberikan lewat otot Kegelku sewaktu kami bergumul diatas ranjang. Setelah yakin dengan hasil latihanku, barulah ini kukatakan padanya.
"Ihh..! Curang ya, dapat ilmu baru nggak bagi-bagi" katanya sambil mencubit dan memukuli punggungku.
"Aku nggak enak saja. Masak murid ngajarin gurunya" kataku.
"Aihh..!!!" Ia tersipu-sipu malu.
Tangannya semakin sering mencubit dan memukuliku. Kusergap dia dan kurebahkan untuk menerima kenikmatan dari otot Kegelku.
Kehidupan terus berjalan. Tak terasa sudah enam bulan aku bersetubuh dengan Hanny. Ujian semester membuat aku stres dan suntuk. Hanny tahu kalau aku lagi ujian semester. Selama ujian ia sengaja tidak menampakkan diri dihadapanku, takut mengganggu konsentrasi katanya. Eka juga tidak berani datang untuk memintaku memberikan les.
Begitu habis masa ujian aku dapat bernafas lega. Rasanya badan dan pikiran lelah sekali, karena seperti umumnya mahasiswa lainnya cara belajarku juga SKS, Sistem Kebut Semalam. Karena rasa capek yang luar biasa, malam itu aku tidur cepat sekali sampai lupa mengunci pintu dan mematikan lampu kamar.
Esoknya aku bangun kesiangan dan duduk diteras kamar. Kuperhatikan sekitarku. Pikiranku melayang, memutar ulang peristiwa-peristiwa yang terjadi selama enam bulan. Aku menarik nafas dalam dan mengeluarkannya perlahan. Rasanya seperti mimpi saja.
Pak Yos dan Bu Mirna juga sangat baik kepadaku. Aku sering ngobrol dengan mereka sambil numpang nonton TV di rumah induk. Tiba-tiba aku tersentak ketika Bu Mirna memanggilku.
"To.. Anto. Kamu baru bangun ya. Sudah selesai ujiannya..?" Bu Mirna bertanya.
"Sudah Bu, makanya tadi malam tidurnya keenakan dan bangun kesiangan" kataku sopan.
"Ya sudah. Saya mau berangkat ke pasar. Kalau mau makan ada nasi diatas meja. Tapi jangan lupa kalau sudah selesai makan cuci piringnya. Ha.. Ha.. Ha..! Bercanda, jangan dimasukin hati. Pintunya jangan lupa dikunci dan taruh ditempat biasa..!" katanya sambil berjalan keluar.
"Eh..! Hampir kelupaan. Tadi pagi kulihat Ibu Heni mengetuk-ngetuk pintu kamarmu, tapi karena kamu belum bangun ia pulang lagi. Ada apa sih..?" Bu Mirna bertanya sambil membuka pagar.
"Ahh..! Paling juga urusan pelajarannya Eka" jawabku menghindar.
Bu Mirna sebenarnya cukup cantik dengan dada besar dan bulat. Sisa-sisa kecantikan masa mudanya masih terlihat. Inner beauty-nya muncul. Justru karena kebaikan dan inner beauty-nya itulah, aku juga tidak berani sembarangan. Bahkan bercanda menjurus hal-hal yang porno pun aku tidak berani. Padahal kalau kami lagi ngobrol bertiga dengan suaminya, ia terkekeh-kekeh sambil memukuli tangan suaminya kalau humor suaminya mulai menjurus.
Aku mengambil kunci rumah induk. Kunci rumah memang tidak pernah dibawa. Takut kalau tiba-tiba ada anaknya yang datang atau aku memerlukan sesuatu. Lingkungan ini memang nyaman, pikirku. Aku masuk kedalam rumah dan makan nasi panas hanya dengan ikan asin kesukaanku. Nikmat sekali rasanya ketika segelas air dingin yang kuambil dari kulkas mengantar butiran nasi terakhirku.
Aku keluar rumah, mengembalikan kunci pintu ditempatnya dan kembali kekamarku. Dari balik kaca nako, rumah Hanny terlihat sepi. Jam segini anaknya sekolah dan suaminya kerja. Tidak ada suara tape atau radio yang biasa dia putar.
Aku mandi dan mengelus kejantananku yang mulai bereaksi. Sejak berhubungan dengan Hanny aku hanya sekali melakukan onani ketika gairahku naik dan keadaan tidak mengijinkan.
Hmmm..!!!.
Sambil bersiul aku menyabuni dan menggosok tubuhku. Tiba-tiba saja aku ingat waktu kencan di Ciawi yang pertama, saat ia kusetubuhi dengan cepat dan masih mengenakan baju.
Aha..!!!. Aku punya rencana.
Aku percepat mandiku dan segera berpakaian. Kusemprot tubuhku dengan Eternity, yang hanya kupakai pada saat-saat tertentu, termasuk jika aku ada kencan dengan Hanny. Kukenakan kaos tanpa lengan dan celana pendek selutut dari bahan katun.
Aku mengaca didepan cermin dinding dan kulihat bayanganku. Tubuh tegap atletis dengan kumis terurus rapi.
Upsss..!!!.
Aku lupa mencukur jenggotku hari ini. Kuraba daguku. Kasar seperti digosok dengan sikat halus. Biasanya jenggotku kucukur tiga atau empat hari sekali. Kucari-cari pisau siletku, tapi tidak ketemu juga. Akhirnya aku menyerah.
Aku keluar dari kamar dan berjalan kerumah tetanggaku tersayang. Sekilas kuamat-amati rumahnya dan keadaan sekitarnya.
Sepi..!!!.
Aku membuka pintu pagar dan beberapa saat aku mengetuk pintu depan.
Tok..!!!. Took..!!!. Toook..!!!.
Tidak ada sahutan. Kucoba kuketuk lagi namun juga tidak ada sahutan. Kucoba menarik selot pintu. Tidak terkunci. Kemana penghuninya pikirku.
Aku masuk, menutup pintu, meneliti ruang tengah dan kamarnya, kosong. Kulongokkan kepalaku dipintu dapur, kosong juga. Aku tidak tertarik untuk melihat kamar mandi disudut dapur karena tidak ada suara guyuran air. Kemana Hanny, tanyaku dalam hati. Aku akhirnya kembali keruang tamu dan duduk di sofa panjang. Kutarik sebuah majalah dan kubaca. Tidak ada berita baru, kulihat sampulnya ternyata edisi bulan lalu.
Pantas saja..!!!. Makiku dalam hati. Kupilih artikel-artikel yang ringan saja.
Beberapa saat kemudian aku dikejutkan dengan sebuah hembusan nafas dan gigitan ditelingaku. Karena asyiknya membaca artikel tentang penjelajahan ruang angkasa aku sampai tak sadar berada dimana.
"Heyy..!!!. Pencuri masuk kerumahku..!" sebuah bentakan pelan dan lembut terdengar.
"Haa..! Haa..!! Hi..!!! Hii..! Kaget ya, makanya jangan suka masuk rumah orang tanpa ijin..!" lanjutnya.
Rupanya Hanny-ku. Ia berdiri membungkuk agak menyamping. Hanya mengenakan daster longgar hingga payudaranya terlihat menggantung malu-malu. Rambutnya basah dijepit dengan jepitan rambut keatas sehingga tengkuk yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan lehernya yang jenjang seakan-akan menantangku. Sekilas harum sabun mandi dan shampo tercium olehku. Ia mendekatkan mukanya ke mukaku dan melihat majalah yang kubaca. Dadanya sekilas menyentuh lenganku. Aliran hangat mulai menjalari tubuhku.
"Nggak, aku tadi ketuk-ketuk pintu nggak ada sahutan, akhirnya kubuka karena tidak terkunci. Kulihat kamar sampai dapur juga kosong" kataku sambil menatapnya.
"Kamu nggak lihat sampai kamar mandi sih, kan kita bisa mandi bersama" katanya manja.
"Aku sudah mandi. Cium ketekku kalau tidak percaya"
"Hussh..!!! Mulai kurang ajar kamu. Orang tua disuruh cium ketek".
"Kok nggak kedengaran mandinya".
"Iya, tadi baknya masih kosong sehingga aku mandi pakai shower, sekalian keramas".
"Berapa ronde tadi malam.,?" kataku menggodanya tanpa merasa cemburu.
Wajar saja ia digauli suaminya. Aku saja yang memang kurang ajar.
"Idiih, kamu ini memang benar-benar..!".
Tangannya mencubit pinggangku. Kali ini tegangan listrik yang mengalir ditubuhku naik secara mendadak, tapi kemudian normal lagi. Kalau saja tubuhku ini alat elektronik tentu akan cepat jebol karena tegangan yang naik drastis melebihi tegangan normal.
Ia duduk disampingku dan menempelkan tubuhnya dilenganku. Kembali dadanya menyentuh lenganku. Suhu tubuhku kurasakan makin naik.
"Sudah selesai ujian semesternya..?"
"Sudah kemarin. Tadi malam keenakan tidur dan bangun kesiangan".
"Baca apa sih asyik sekali..?"
"Ini ada artikel tentang ruang angkasa".
"Apa sih istimewanya..?" tanyanya lagi.
Selama enam bulan aku mengenalnya, ia memang tidak berminat dengan soal-soal Iptek. Ia sendiri mengakui bahwa wawasannya tentang Iptek dan politik sangat kurang, namun kalau diajak bicara tentang kondisi kampung, trend busana dan hal-hal yang bersifat umum masih lumayan. Meski komentarnya kadang-kadang konyol dan terasa dangkal. Aku memakluminya, karena memang tidak ada orang yang sempurna. Nobody's perfect.
Aku memang tidak menemukan inner beauty dalam dirinya. Ketertarikanku semata-mata hanya karena nafsuku dan bentuk tubuhnya yang aduhai. Kadang-kadang bahkan aku berpikir bahwa inisiatifnya untuk variasi dalam bercinta bukanlah karena romantisme atau pengetahuan tentang hal-hal yang baru dalam hal hubungan seks, tetapi lebih merupakan sebuah naluri. Tapi toh aku menikmatinya juga.
Kuletakkan majalah yang kubaca dan kulingkarkan tangan kananku dibelakang bahunya. Kumainkan tali bra-nya. Ia duduk disamping kananku. Jemari kanannya memegang tanganku yang ada ditubuhnya, sementara tangan kirinya menyingkap celana pendekku dan mengusap pahaku. Kepalanya disandarkan didada kananku. Kuciumi rambutnya yang masih basah. Segar. Bulu kakiku ditariknya pelan-pelan. Nafsuku perlahan-lahan tapi pasti mulai meningkat.
"Hanny..! Sayang..!"
"Hmm..! Apa..?"
"Sudah berapa lama kita tidak bercinta..?" tanyaku
"Hmm..! Kamu ujian dua minggu. Yah..! Kira-kira tiga atau empat mingguan".
"Kalau aku ingin sekarang..?" tanyaku dengan napas tertahan.
"Hussh..!!! Eka sebentar lagi pulang lho..!"
Kami diam sambil terus kuciumi rambutnya. Ketika kucium tengkuk dan telinganya ia menghindar dan mengerang pelan;
" Nghh.. Eeehh..".
"Kamu ingat waktu kita bercinta di Ciawi pertama kali. Kusetubuhi kamu dengan cepat tanpa melepaskan bajumu..?"
Ia berpikir sebentar dan mengangguk. Matanya berbinar dan bibirnya tersenyum. Agaknya dalam hal-hal yang menyangkut hubungan badan ia sangat cepat ingat dan tanggap.
"Kenapa..? Kamu memang nakal sekali. Anto..! Anto..!!"
Ia mengeleng-gelengkan kepalanya dan badannya bergetar merinding.
"Aku ingin mengulanginya sekarang, disini..!".
Kuremas dadanya dan kucium lehernya. Ia memberikan gerakan menolak, namun dengan lembut kuremas dadanya dan kucium keningnya agak lama. Ia menyerah.
Kurebahkan badannya keatas sofa, aku duduk dibawah didekat kepalanya. Kucium Hanny mulai dari rambut, kening, hidung, pipi, leher dan kemudian bibirnya menyambut bibirku dengan lumatan ganas. Ketika daguku yang berjenggot pendek kugesekkan kearah lehernya ia meronta-ronta.
"Uffppss..!! Sakit dan geli Sayang..!".
Kini kami berciuman dengan dalam, french kiss. Tanganku meraba pahanya yang tertutup daster. Kumainkan jariku mengikuti garis celana dalam dipahanya. Tanganku kebawah dan kusingkap dasternya. Bulu-bulu halus dikakinya kumainkan. Lututnya kucengkeram dengan lima jariku dan kugesek-gesek dengan kukuku. Ia melenguh.
"Uuhh.. Geli sayang".
Digigitnya telingaku dan lidahnya terjulur menjilati lubang telingaku. Kepalaku mengelinjang menahan geli.
"Rasain sekarang.." katanya.
Tanganku mulai menarik karet celana dalamnya. Ia tiba-tiba tersentak dan bangkit dari sofa.
"Kenapa Hanny..?" tanyaku kuatir kalau ia marah padaku.
Ia diam saja dan melangkah kearah pintu, membukanya, memindahkan sandalku kedalam dan ‘KLIK’ ia menguncinya. Korden jendela kaca depan dibiarkannya terbuka. Ia hanya mengecek korden kain transparan yang melapisi korden utamanya. Ia yakin bahwa jika ada orang yang datang dan menempelkan matanya dikaca jendela tidak akan melihat apa-apa didalam rumah.
Aku berdiri dan menyongsongnya.
"Pengamanan level pertama..!" katanya sambil tersenyum.
Aku pun tersenyum. Hebat sekali Hanny-ku ini. Aku ingat waktu kejadian pertama dikamar kostku, ketika ia memasukkan sandalnya dan sepatuku kedalam kamar.
Kembali kami berciuman. Lidah kami saling memilin dan menjepit. Sedot-menyedot silih berganti. Kubawa dia kembali keatas sofa dan segera kubaringkan. Tanganku menyusup dari bawah dasternya dan menarik celana dalamnya, melanjutkan pekerjaan tadi yang sempat tertunda. Tangannya bergerak akan melepas jepit rambutnya, tapi kutahan.
"Jangan! Biar saja begitu. Aku sangat menikmati keindahan tengkukmu!"
Ia mengangkat pantatnya memudahkan aku melepas celana dalamnya. Aku berdiri didekat kepalanya dan tak lama kemudian celana pendek dan celana dalamku sudah terlepas ditangannya. Ketika aku mau melepas kaos ditariknya tanganku sehingga aku jatuh diatas tubuhnya.
Tangan kiriku mulai menjalar dipahanya. Dasternya sudah tersingkap benar-benar mulus sekali pahanya. Kuremas-remas sampai pangkal pahanya. Ketika sampai dicelah sempit selangkangannya, kumasukkan jari tengahku dan kugaruk-garuk dinding vaginanya.
"Ah Sayang. Kamu semakin nakal dan.. Pintar".
Aku tidak menghiraukannya. Sementara itu tangan kananku meremas buah dadanya dari luar. Tangannya membalas dengan memegang bahkan mencengkram keras kejantananku. Terasa sedikit ngilu tapi nikmat. Kami memutar tubuh pelan-pelan karena tempatnya sempit. Dia mengarahkan agar posisiku dibawah. Akhirnya dengan susah payah karena ia tidak mau melepaskan pelukannya sementara tempat sempit, namun akhirnya aku sudah ditindihnya.
Dengan ganasnya ia menciumiku, seperti seekor elang yang mencabik-cabik buruannya. Terus ke leher dan lenganku yang terbuka. Diciuminya bulu ketiakku, dihirupnya napas dalam-dalam. Aku yakin saja karena sudah kuamankan dengan Eternity sebelum berangkat tadi. Kemudian ia menyingkapkan kausku, menjilati dan menggigit putingku. Lidahnya kemudian menjilati bulu dadaku dan bibirnya menggigit serta menariknya pelan.
Tidak lama kemudian kepalanya turun keselangkanganku dan ia telah mengulum, menghisap kepala penisku dan tangannya mengurut serta meremas batangnya. Pandai sekali ia memainkan penisku.
"Hanny-ku.. Sayang.. Ohh. Ohh. Ahh. Nikmat sekali Sayy"
Aku pegang kepalanya dan aku tahan agar ia tidak melepaskan kulumannya pada kepala penisku.
Aku bangkit dan kudorong ia kebelakang. Kembali aku berada diatas tubuhnya. Kusingkap dasternya sampai didadanya. Bra transparan warna krem tidak mampu memuat gundukan payudara dan tidak mampu menyembunyikan putingnya. Kulepaskan kaitan bra dipunggungnya dan kutarik cup-nya keatas. Kini giliranku menjilat dan menciumi putingnya.
"Ayo Sayang.. Jangan.. Kau permainkan aku.. Ayo masukkan!! Sekarang.. Ya.. Ohh. Oohh."
Kata-katanya terus meracau, apalagi ketika aku melahap habis gundukan payudaranya dengan mulutku dan kusedot, kukulum, kupilin dan kugigit dengan lembut putingnya.
"Ah.. Gil.. La.. Ennak Sayang.. Kamu.. Ohh.. Oohh"
Kukocok penisku dan kuarahkan kelubang vaginanya kemudian dengan sekali hentakan sudah masuk kedalam lubang kenikmatannya. Kupompa perlahan-lahan. Tubuhnya meronta-ronta. Kedua gundukan payudaranya bergoyang kencang. Kuraih payudara kanannya dengan tangan kiriku, aku pelintir putingnya sebelah kiri dan mulutku masih menggigit halus puting kanannya. Ia menghentakkan badannya ketika putingnya kugesek dengan daguku yang tiga hari tidak bercukur.
Kaki kananku kuturunkan kelantai, sedang kaki kiriku kuluruskan sejajar permukaan sofa. Hanny mengangkangkan kakinya. Kaki kananya dinaikkan kesandaran sofa. Semakin cepat kocokanku, semakin cepat pula ia meronta.
Kedua kakinya ia jepitkan diatas tubuhku. Sampai akhirnya ia menggelinjang, kedua tangannya menekan keras kepalaku keatas payudaranya. Ia hampir mencapai orgasmenya. Jepit rambutnya sudah terlepas dengan sendirinya, rambutnya sudah acak-acakan dan sebagian tergerai menempel dipipi dan mukanya yang basah oleh keringat.
"Ayo Sayang. Aku sudah tak tahan lagi. Ayo.. Sayang, yah.. Please."
"Iya Ss.. Say, aku juga se.. Se.. Bentar la.. Gi..".
Kedua tangannya meremas pantatku dan membantu mempercepat gerakan pinggulku. Kocokanku semakin kupercepat ketika kurasakan lahar panas akan meledak dari kepundannya.
"Yangg.. Oh.. Aku.. Ma.. U kel.. Luu.. Arr"
"Ohh.. Kita sama-sama.. Ouhh.. Yeeaah!"
Kukunci tangannya dan kuhempaskan tubuhku dengan kuat. Akhirnya bersama-sama kami mencapai klimaks yang luar biasa.
Kurebahkan tubuhku diatas tubuhnya. Ia memelukku, mencium kening dan bibirku.
"Terima kasih.. Sayang. Kamu benar-benar gila tapi perkasa dan hebat".
Kutinggalkan rumahnya dengan langkah ringan. Sebelum masuk kepagar rumahku, sekilas kudengar Eka berlari pulang dan memanggil Mamanya.
Hmmm..!!!. Nyaris saja..!!!. Pengalaman yang seru dan menegangkan.
Sorenya Eka kekamarku dengan membawa sebuah botol yang dibalut dengan kertas koran.
"Dari Mama..!" kata Eka sambil menyerahkannya kepadaku.
Eka kemudian mengeluarkan buku pelajarannya dan sebentar kemudian aku sudah menerangkan kepadanya sampai jelas. Eka pamit pulang.
Kubuka kertas koran yang membungkus botol tadi. Sebuah botol pendek warna gelap. Label botol jelas dengan sengaja telah dirobek. Kubuka tutupnya dan kucium, bau anggur. Kemudian kulihat dengan lebih jelas lagi. Ternyata ginseng yang direndam dalam anggur kolesom. Kuperiksa koran pembungkusnya. Ada secarik kertas dan kubaca.
"Anggur merah cintaku. Nikmatilah diriku setiap saat kau mau. Ttd.. Honey"
Setelah beberapa kali bercinta dengan cara kilat, kami sepakat untuk menamakannya "Quicky..Quicky" atau “Q..Q”. Kedengarannya agak nakal dan jenaka tetapi nuansanya romantis.
Kode untuk keadaan aman adalah korden yang ditutup setengahnya. Untuk ajakan "Quicky..Quicky" adalah tanda lingkaran dari pertemuan jari tengah dan ibu jari sementara jari lainnya lurus.
"Quicky..Quicky" menjadi selingan kami dalam menuntaskan gairah bercinta ketika keadaan memang mengijinkan tapi waktunya sempit. Akhirnya kami bercinta ala "Quicky..Quicky" dikamar kostku sampai beberapa kali. Kalau ia menghendaki "Quicky..Quicky" dikamar kostku, ia mendatangiku dengan daster tanpa mengenakan celana dalam, dadanya kadang memakai bra kadang tidak. Atau ia memakai celana pendek tanpa celana dalam, atasnya memakai kaos YCS tanpa bra.
Kurasakan "Quicky..Quicky" membuat suasana agak menegangkan karena diburu waktu, namun ada sensasi tersendiri ketika kami sudah menggelepar lemas. Kadang-kadang kutunggu Hanny sehabis senam dan kami check in di Bogor lalu pulang sebelum senja. Sekali kami pernah melakukannya pada malam hari diteras belakang rumahnya yang terlindung dengan beralaskan karpet setelah lampunya kami matikan terlebih dahulu.
Aku tak berani melakukannya lagi didalam kamar kostku. Rasa takut ketahuan selalu menghantuiku kalau ia mengajak, kadang dengan memaksa untuk melakukannya dikamar kostku. Sebenarnya kalaupun ia terlihat masuk kekamarku, orang akan maklum saja karena tahu aku memberikan les privat pada Eka.
Hubungan kami kelihatannya aman-aman saja. Tidak ada gunjingan tetang kami berdua, karena kami saling menjaga dan menempatkan diri dengan baik. Kalau lagi ada orang lain kusapa dia dengan Ibu Heni, kalau pas tidak ada orang lain apalagi ketika ia mengerang dibawah tubuhku tentu saja kupanggil ia dengan mesra, Hanny.
Hanny pernah bercerita kalau dia sebenarnya tidak mencintai suaminya. Pernikahannya dulu terjadi untuk membalas budi keluarganya. Dia tidak berdaya dan tidak bisa menolak. Setiap kali berhubungan dengan suaminya, sebenarnya ia bisa mendapat orgasme, namun entah mengapa orgasmenya tidak bisa tuntas terlepas seakan masih ada yang menahan. Jadi dia sekarang melayani suaminya karena kewajibannya sebagai istri. Pak Edi juga tidak bisa berbuat banyak karena takut ditinggalkannya.
Sekali waktu sehabis bersetubuh, kami saling bercerita tentang banyak hal. Mulai dari kehidupan kuliahku, saat-saat indah ketika kami bersama-sama dan pengalaman lainnya. Sampai ketika kusinggung tentang otot perut yang kukencangkan sehingga memberikan efek penis menjadi lebih keras ia menanggapi dengan antusias. Ia bercerita tentang dinding vaginanya yang berkontraksi. Kami makin penasaran dengan fenomena ini.
Akhirnya kudapatkan jawabannya setelah dalam sebuah artikel disebuah majalah kesehatan kubaca tentang senam Kegel. Ternyata kekuatan otot ini bisa dilatih dengan latihan tertentu. Setelah kubaca dan kubandingkan dengan artikel lain, aku mulai berlatih senam Kegel. Tidak sulit dan bisa dilaksanakan dimana saja dan kapan saja.
Latihan dilakukan dengan menggerakkan otot antara anus dan penis dengan berkontraksi seolah-olah sedang menahan kencing. Otot ini dapat dikenali dengan mudah. Pada saat BAB ada gerakan yang menutup lubang dubur dan memotong tinja.
Aku kadang melatihnya ketika di kampus sedang mengikuti kuliah, kadang saat duduk di angkot dan melihat wanita seksi yang menggoda. Sekalian sambil membayangkannya. Aku sengaja belum memberitahukan pada Hanny. Aku ingin melatihnya sendiri dahulu. Setelah sebulan lebih berlatih, aku merasakan kekuatan penisku bertambah dan kenikmatan yang didapat Hanny meningkat. Hanny merasa heran dengan kemajuanku.
Hanny semakin penasaran dengan kejutan-kejutan kecil yang kuberikan lewat otot Kegelku sewaktu kami bergumul diatas ranjang. Setelah yakin dengan hasil latihanku, barulah ini kukatakan padanya.
"Ihh..! Curang ya, dapat ilmu baru nggak bagi-bagi" katanya sambil mencubit dan memukuli punggungku.
"Aku nggak enak saja. Masak murid ngajarin gurunya" kataku.
"Aihh..!!!" Ia tersipu-sipu malu.
Tangannya semakin sering mencubit dan memukuliku. Kusergap dia dan kurebahkan untuk menerima kenikmatan dari otot Kegelku.
Kehidupan terus berjalan. Tak terasa sudah enam bulan aku bersetubuh dengan Hanny. Ujian semester membuat aku stres dan suntuk. Hanny tahu kalau aku lagi ujian semester. Selama ujian ia sengaja tidak menampakkan diri dihadapanku, takut mengganggu konsentrasi katanya. Eka juga tidak berani datang untuk memintaku memberikan les.
Begitu habis masa ujian aku dapat bernafas lega. Rasanya badan dan pikiran lelah sekali, karena seperti umumnya mahasiswa lainnya cara belajarku juga SKS, Sistem Kebut Semalam. Karena rasa capek yang luar biasa, malam itu aku tidur cepat sekali sampai lupa mengunci pintu dan mematikan lampu kamar.
Esoknya aku bangun kesiangan dan duduk diteras kamar. Kuperhatikan sekitarku. Pikiranku melayang, memutar ulang peristiwa-peristiwa yang terjadi selama enam bulan. Aku menarik nafas dalam dan mengeluarkannya perlahan. Rasanya seperti mimpi saja.
Pak Yos dan Bu Mirna juga sangat baik kepadaku. Aku sering ngobrol dengan mereka sambil numpang nonton TV di rumah induk. Tiba-tiba aku tersentak ketika Bu Mirna memanggilku.
"To.. Anto. Kamu baru bangun ya. Sudah selesai ujiannya..?" Bu Mirna bertanya.
"Sudah Bu, makanya tadi malam tidurnya keenakan dan bangun kesiangan" kataku sopan.
"Ya sudah. Saya mau berangkat ke pasar. Kalau mau makan ada nasi diatas meja. Tapi jangan lupa kalau sudah selesai makan cuci piringnya. Ha.. Ha.. Ha..! Bercanda, jangan dimasukin hati. Pintunya jangan lupa dikunci dan taruh ditempat biasa..!" katanya sambil berjalan keluar.
"Eh..! Hampir kelupaan. Tadi pagi kulihat Ibu Heni mengetuk-ngetuk pintu kamarmu, tapi karena kamu belum bangun ia pulang lagi. Ada apa sih..?" Bu Mirna bertanya sambil membuka pagar.
"Ahh..! Paling juga urusan pelajarannya Eka" jawabku menghindar.
Bu Mirna sebenarnya cukup cantik dengan dada besar dan bulat. Sisa-sisa kecantikan masa mudanya masih terlihat. Inner beauty-nya muncul. Justru karena kebaikan dan inner beauty-nya itulah, aku juga tidak berani sembarangan. Bahkan bercanda menjurus hal-hal yang porno pun aku tidak berani. Padahal kalau kami lagi ngobrol bertiga dengan suaminya, ia terkekeh-kekeh sambil memukuli tangan suaminya kalau humor suaminya mulai menjurus.
Aku mengambil kunci rumah induk. Kunci rumah memang tidak pernah dibawa. Takut kalau tiba-tiba ada anaknya yang datang atau aku memerlukan sesuatu. Lingkungan ini memang nyaman, pikirku. Aku masuk kedalam rumah dan makan nasi panas hanya dengan ikan asin kesukaanku. Nikmat sekali rasanya ketika segelas air dingin yang kuambil dari kulkas mengantar butiran nasi terakhirku.
Aku keluar rumah, mengembalikan kunci pintu ditempatnya dan kembali kekamarku. Dari balik kaca nako, rumah Hanny terlihat sepi. Jam segini anaknya sekolah dan suaminya kerja. Tidak ada suara tape atau radio yang biasa dia putar.
Aku mandi dan mengelus kejantananku yang mulai bereaksi. Sejak berhubungan dengan Hanny aku hanya sekali melakukan onani ketika gairahku naik dan keadaan tidak mengijinkan.
Hmmm..!!!.
Sambil bersiul aku menyabuni dan menggosok tubuhku. Tiba-tiba saja aku ingat waktu kencan di Ciawi yang pertama, saat ia kusetubuhi dengan cepat dan masih mengenakan baju.
Aha..!!!. Aku punya rencana.
Aku percepat mandiku dan segera berpakaian. Kusemprot tubuhku dengan Eternity, yang hanya kupakai pada saat-saat tertentu, termasuk jika aku ada kencan dengan Hanny. Kukenakan kaos tanpa lengan dan celana pendek selutut dari bahan katun.
Aku mengaca didepan cermin dinding dan kulihat bayanganku. Tubuh tegap atletis dengan kumis terurus rapi.
Upsss..!!!.
Aku lupa mencukur jenggotku hari ini. Kuraba daguku. Kasar seperti digosok dengan sikat halus. Biasanya jenggotku kucukur tiga atau empat hari sekali. Kucari-cari pisau siletku, tapi tidak ketemu juga. Akhirnya aku menyerah.
Aku keluar dari kamar dan berjalan kerumah tetanggaku tersayang. Sekilas kuamat-amati rumahnya dan keadaan sekitarnya.
Sepi..!!!.
Aku membuka pintu pagar dan beberapa saat aku mengetuk pintu depan.
Tok..!!!. Took..!!!. Toook..!!!.
Tidak ada sahutan. Kucoba kuketuk lagi namun juga tidak ada sahutan. Kucoba menarik selot pintu. Tidak terkunci. Kemana penghuninya pikirku.
Aku masuk, menutup pintu, meneliti ruang tengah dan kamarnya, kosong. Kulongokkan kepalaku dipintu dapur, kosong juga. Aku tidak tertarik untuk melihat kamar mandi disudut dapur karena tidak ada suara guyuran air. Kemana Hanny, tanyaku dalam hati. Aku akhirnya kembali keruang tamu dan duduk di sofa panjang. Kutarik sebuah majalah dan kubaca. Tidak ada berita baru, kulihat sampulnya ternyata edisi bulan lalu.
Pantas saja..!!!. Makiku dalam hati. Kupilih artikel-artikel yang ringan saja.
Beberapa saat kemudian aku dikejutkan dengan sebuah hembusan nafas dan gigitan ditelingaku. Karena asyiknya membaca artikel tentang penjelajahan ruang angkasa aku sampai tak sadar berada dimana.
"Heyy..!!!. Pencuri masuk kerumahku..!" sebuah bentakan pelan dan lembut terdengar.
"Haa..! Haa..!! Hi..!!! Hii..! Kaget ya, makanya jangan suka masuk rumah orang tanpa ijin..!" lanjutnya.
Rupanya Hanny-ku. Ia berdiri membungkuk agak menyamping. Hanya mengenakan daster longgar hingga payudaranya terlihat menggantung malu-malu. Rambutnya basah dijepit dengan jepitan rambut keatas sehingga tengkuk yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan lehernya yang jenjang seakan-akan menantangku. Sekilas harum sabun mandi dan shampo tercium olehku. Ia mendekatkan mukanya ke mukaku dan melihat majalah yang kubaca. Dadanya sekilas menyentuh lenganku. Aliran hangat mulai menjalari tubuhku.
"Nggak, aku tadi ketuk-ketuk pintu nggak ada sahutan, akhirnya kubuka karena tidak terkunci. Kulihat kamar sampai dapur juga kosong" kataku sambil menatapnya.
"Kamu nggak lihat sampai kamar mandi sih, kan kita bisa mandi bersama" katanya manja.
"Aku sudah mandi. Cium ketekku kalau tidak percaya"
"Hussh..!!! Mulai kurang ajar kamu. Orang tua disuruh cium ketek".
"Kok nggak kedengaran mandinya".
"Iya, tadi baknya masih kosong sehingga aku mandi pakai shower, sekalian keramas".
"Berapa ronde tadi malam.,?" kataku menggodanya tanpa merasa cemburu.
Wajar saja ia digauli suaminya. Aku saja yang memang kurang ajar.
"Idiih, kamu ini memang benar-benar..!".
Tangannya mencubit pinggangku. Kali ini tegangan listrik yang mengalir ditubuhku naik secara mendadak, tapi kemudian normal lagi. Kalau saja tubuhku ini alat elektronik tentu akan cepat jebol karena tegangan yang naik drastis melebihi tegangan normal.
Ia duduk disampingku dan menempelkan tubuhnya dilenganku. Kembali dadanya menyentuh lenganku. Suhu tubuhku kurasakan makin naik.
"Sudah selesai ujian semesternya..?"
"Sudah kemarin. Tadi malam keenakan tidur dan bangun kesiangan".
"Baca apa sih asyik sekali..?"
"Ini ada artikel tentang ruang angkasa".
"Apa sih istimewanya..?" tanyanya lagi.
Selama enam bulan aku mengenalnya, ia memang tidak berminat dengan soal-soal Iptek. Ia sendiri mengakui bahwa wawasannya tentang Iptek dan politik sangat kurang, namun kalau diajak bicara tentang kondisi kampung, trend busana dan hal-hal yang bersifat umum masih lumayan. Meski komentarnya kadang-kadang konyol dan terasa dangkal. Aku memakluminya, karena memang tidak ada orang yang sempurna. Nobody's perfect.
Aku memang tidak menemukan inner beauty dalam dirinya. Ketertarikanku semata-mata hanya karena nafsuku dan bentuk tubuhnya yang aduhai. Kadang-kadang bahkan aku berpikir bahwa inisiatifnya untuk variasi dalam bercinta bukanlah karena romantisme atau pengetahuan tentang hal-hal yang baru dalam hal hubungan seks, tetapi lebih merupakan sebuah naluri. Tapi toh aku menikmatinya juga.
Kuletakkan majalah yang kubaca dan kulingkarkan tangan kananku dibelakang bahunya. Kumainkan tali bra-nya. Ia duduk disamping kananku. Jemari kanannya memegang tanganku yang ada ditubuhnya, sementara tangan kirinya menyingkap celana pendekku dan mengusap pahaku. Kepalanya disandarkan didada kananku. Kuciumi rambutnya yang masih basah. Segar. Bulu kakiku ditariknya pelan-pelan. Nafsuku perlahan-lahan tapi pasti mulai meningkat.
"Hanny..! Sayang..!"
"Hmm..! Apa..?"
"Sudah berapa lama kita tidak bercinta..?" tanyaku
"Hmm..! Kamu ujian dua minggu. Yah..! Kira-kira tiga atau empat mingguan".
"Kalau aku ingin sekarang..?" tanyaku dengan napas tertahan.
"Hussh..!!! Eka sebentar lagi pulang lho..!"
Kami diam sambil terus kuciumi rambutnya. Ketika kucium tengkuk dan telinganya ia menghindar dan mengerang pelan;
" Nghh.. Eeehh..".
"Kamu ingat waktu kita bercinta di Ciawi pertama kali. Kusetubuhi kamu dengan cepat tanpa melepaskan bajumu..?"
Ia berpikir sebentar dan mengangguk. Matanya berbinar dan bibirnya tersenyum. Agaknya dalam hal-hal yang menyangkut hubungan badan ia sangat cepat ingat dan tanggap.
"Kenapa..? Kamu memang nakal sekali. Anto..! Anto..!!"
Ia mengeleng-gelengkan kepalanya dan badannya bergetar merinding.
"Aku ingin mengulanginya sekarang, disini..!".
Kuremas dadanya dan kucium lehernya. Ia memberikan gerakan menolak, namun dengan lembut kuremas dadanya dan kucium keningnya agak lama. Ia menyerah.
Kurebahkan badannya keatas sofa, aku duduk dibawah didekat kepalanya. Kucium Hanny mulai dari rambut, kening, hidung, pipi, leher dan kemudian bibirnya menyambut bibirku dengan lumatan ganas. Ketika daguku yang berjenggot pendek kugesekkan kearah lehernya ia meronta-ronta.
"Uffppss..!! Sakit dan geli Sayang..!".
Kini kami berciuman dengan dalam, french kiss. Tanganku meraba pahanya yang tertutup daster. Kumainkan jariku mengikuti garis celana dalam dipahanya. Tanganku kebawah dan kusingkap dasternya. Bulu-bulu halus dikakinya kumainkan. Lututnya kucengkeram dengan lima jariku dan kugesek-gesek dengan kukuku. Ia melenguh.
"Uuhh.. Geli sayang".
Digigitnya telingaku dan lidahnya terjulur menjilati lubang telingaku. Kepalaku mengelinjang menahan geli.
"Rasain sekarang.." katanya.
Tanganku mulai menarik karet celana dalamnya. Ia tiba-tiba tersentak dan bangkit dari sofa.
"Kenapa Hanny..?" tanyaku kuatir kalau ia marah padaku.
Ia diam saja dan melangkah kearah pintu, membukanya, memindahkan sandalku kedalam dan ‘KLIK’ ia menguncinya. Korden jendela kaca depan dibiarkannya terbuka. Ia hanya mengecek korden kain transparan yang melapisi korden utamanya. Ia yakin bahwa jika ada orang yang datang dan menempelkan matanya dikaca jendela tidak akan melihat apa-apa didalam rumah.
Aku berdiri dan menyongsongnya.
"Pengamanan level pertama..!" katanya sambil tersenyum.
Aku pun tersenyum. Hebat sekali Hanny-ku ini. Aku ingat waktu kejadian pertama dikamar kostku, ketika ia memasukkan sandalnya dan sepatuku kedalam kamar.
Kembali kami berciuman. Lidah kami saling memilin dan menjepit. Sedot-menyedot silih berganti. Kubawa dia kembali keatas sofa dan segera kubaringkan. Tanganku menyusup dari bawah dasternya dan menarik celana dalamnya, melanjutkan pekerjaan tadi yang sempat tertunda. Tangannya bergerak akan melepas jepit rambutnya, tapi kutahan.
"Jangan! Biar saja begitu. Aku sangat menikmati keindahan tengkukmu!"
Ia mengangkat pantatnya memudahkan aku melepas celana dalamnya. Aku berdiri didekat kepalanya dan tak lama kemudian celana pendek dan celana dalamku sudah terlepas ditangannya. Ketika aku mau melepas kaos ditariknya tanganku sehingga aku jatuh diatas tubuhnya.
Tangan kiriku mulai menjalar dipahanya. Dasternya sudah tersingkap benar-benar mulus sekali pahanya. Kuremas-remas sampai pangkal pahanya. Ketika sampai dicelah sempit selangkangannya, kumasukkan jari tengahku dan kugaruk-garuk dinding vaginanya.
"Ah Sayang. Kamu semakin nakal dan.. Pintar".
Aku tidak menghiraukannya. Sementara itu tangan kananku meremas buah dadanya dari luar. Tangannya membalas dengan memegang bahkan mencengkram keras kejantananku. Terasa sedikit ngilu tapi nikmat. Kami memutar tubuh pelan-pelan karena tempatnya sempit. Dia mengarahkan agar posisiku dibawah. Akhirnya dengan susah payah karena ia tidak mau melepaskan pelukannya sementara tempat sempit, namun akhirnya aku sudah ditindihnya.
Dengan ganasnya ia menciumiku, seperti seekor elang yang mencabik-cabik buruannya. Terus ke leher dan lenganku yang terbuka. Diciuminya bulu ketiakku, dihirupnya napas dalam-dalam. Aku yakin saja karena sudah kuamankan dengan Eternity sebelum berangkat tadi. Kemudian ia menyingkapkan kausku, menjilati dan menggigit putingku. Lidahnya kemudian menjilati bulu dadaku dan bibirnya menggigit serta menariknya pelan.
Tidak lama kemudian kepalanya turun keselangkanganku dan ia telah mengulum, menghisap kepala penisku dan tangannya mengurut serta meremas batangnya. Pandai sekali ia memainkan penisku.
"Hanny-ku.. Sayang.. Ohh. Ohh. Ahh. Nikmat sekali Sayy"
Aku pegang kepalanya dan aku tahan agar ia tidak melepaskan kulumannya pada kepala penisku.
Aku bangkit dan kudorong ia kebelakang. Kembali aku berada diatas tubuhnya. Kusingkap dasternya sampai didadanya. Bra transparan warna krem tidak mampu memuat gundukan payudara dan tidak mampu menyembunyikan putingnya. Kulepaskan kaitan bra dipunggungnya dan kutarik cup-nya keatas. Kini giliranku menjilat dan menciumi putingnya.
"Ayo Sayang.. Jangan.. Kau permainkan aku.. Ayo masukkan!! Sekarang.. Ya.. Ohh. Oohh."
Kata-katanya terus meracau, apalagi ketika aku melahap habis gundukan payudaranya dengan mulutku dan kusedot, kukulum, kupilin dan kugigit dengan lembut putingnya.
"Ah.. Gil.. La.. Ennak Sayang.. Kamu.. Ohh.. Oohh"
Kukocok penisku dan kuarahkan kelubang vaginanya kemudian dengan sekali hentakan sudah masuk kedalam lubang kenikmatannya. Kupompa perlahan-lahan. Tubuhnya meronta-ronta. Kedua gundukan payudaranya bergoyang kencang. Kuraih payudara kanannya dengan tangan kiriku, aku pelintir putingnya sebelah kiri dan mulutku masih menggigit halus puting kanannya. Ia menghentakkan badannya ketika putingnya kugesek dengan daguku yang tiga hari tidak bercukur.
Kaki kananku kuturunkan kelantai, sedang kaki kiriku kuluruskan sejajar permukaan sofa. Hanny mengangkangkan kakinya. Kaki kananya dinaikkan kesandaran sofa. Semakin cepat kocokanku, semakin cepat pula ia meronta.
Kedua kakinya ia jepitkan diatas tubuhku. Sampai akhirnya ia menggelinjang, kedua tangannya menekan keras kepalaku keatas payudaranya. Ia hampir mencapai orgasmenya. Jepit rambutnya sudah terlepas dengan sendirinya, rambutnya sudah acak-acakan dan sebagian tergerai menempel dipipi dan mukanya yang basah oleh keringat.
"Ayo Sayang. Aku sudah tak tahan lagi. Ayo.. Sayang, yah.. Please."
"Iya Ss.. Say, aku juga se.. Se.. Bentar la.. Gi..".
Kedua tangannya meremas pantatku dan membantu mempercepat gerakan pinggulku. Kocokanku semakin kupercepat ketika kurasakan lahar panas akan meledak dari kepundannya.
"Yangg.. Oh.. Aku.. Ma.. U kel.. Luu.. Arr"
"Ohh.. Kita sama-sama.. Ouhh.. Yeeaah!"
Kukunci tangannya dan kuhempaskan tubuhku dengan kuat. Akhirnya bersama-sama kami mencapai klimaks yang luar biasa.
Kurebahkan tubuhku diatas tubuhnya. Ia memelukku, mencium kening dan bibirku.
"Terima kasih.. Sayang. Kamu benar-benar gila tapi perkasa dan hebat".
Kutinggalkan rumahnya dengan langkah ringan. Sebelum masuk kepagar rumahku, sekilas kudengar Eka berlari pulang dan memanggil Mamanya.
Hmmm..!!!. Nyaris saja..!!!. Pengalaman yang seru dan menegangkan.
Sorenya Eka kekamarku dengan membawa sebuah botol yang dibalut dengan kertas koran.
"Dari Mama..!" kata Eka sambil menyerahkannya kepadaku.
Eka kemudian mengeluarkan buku pelajarannya dan sebentar kemudian aku sudah menerangkan kepadanya sampai jelas. Eka pamit pulang.
Kubuka kertas koran yang membungkus botol tadi. Sebuah botol pendek warna gelap. Label botol jelas dengan sengaja telah dirobek. Kubuka tutupnya dan kucium, bau anggur. Kemudian kulihat dengan lebih jelas lagi. Ternyata ginseng yang direndam dalam anggur kolesom. Kuperiksa koran pembungkusnya. Ada secarik kertas dan kubaca.
"Anggur merah cintaku. Nikmatilah diriku setiap saat kau mau. Ttd.. Honey"
Setelah beberapa kali bercinta dengan cara kilat, kami sepakat untuk menamakannya "Quicky..Quicky" atau “Q..Q”. Kedengarannya agak nakal dan jenaka tetapi nuansanya romantis.
Kode untuk keadaan aman adalah korden yang ditutup setengahnya. Untuk ajakan "Quicky..Quicky" adalah tanda lingkaran dari pertemuan jari tengah dan ibu jari sementara jari lainnya lurus.
"Quicky..Quicky" menjadi selingan kami dalam menuntaskan gairah bercinta ketika keadaan memang mengijinkan tapi waktunya sempit. Akhirnya kami bercinta ala "Quicky..Quicky" dikamar kostku sampai beberapa kali. Kalau ia menghendaki "Quicky..Quicky" dikamar kostku, ia mendatangiku dengan daster tanpa mengenakan celana dalam, dadanya kadang memakai bra kadang tidak. Atau ia memakai celana pendek tanpa celana dalam, atasnya memakai kaos YCS tanpa bra.
Kurasakan "Quicky..Quicky" membuat suasana agak menegangkan karena diburu waktu, namun ada sensasi tersendiri ketika kami sudah menggelepar lemas. Kadang-kadang kutunggu Hanny sehabis senam dan kami check in di Bogor lalu pulang sebelum senja. Sekali kami pernah melakukannya pada malam hari diteras belakang rumahnya yang terlindung dengan beralaskan karpet setelah lampunya kami matikan terlebih dahulu.
***Bersambung: Chapter: 5