PERHATIAN : SITUS INI KHUSUS UNTUK USIA DIATAS 18 TAHUN ... MATERI DALAM SITUS INI BERISIKAN KONTEN-KONTEN UNTUK ORANG DEWASA ... BAGI ANDA YANG MASIH DIBAWAH BATAS KETENTUAN USIA DIMOHON TIDAK MENGAKSES SITUS INI..!!!. TERIMA KASIH

Birahi Sang Perawat Part:1

Gairah Seks Mbak Tati
Aku cukup kagum dengan prestasi yang kucapai dirumah ini. Baru dua bulan di Bandung, aku sudah bisa meniduri dua orang wanita yang sudah lama tidak pernah menikmati sentuhan lelaki. Dan wanita-wanita itu, aku yakin akan selalu termimpi-mimpi akan besar dan nikmatnya gesekan penisku didalam vagina mereka.
Aku mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali sampai pintu dibukakan. Sesosok tubuh semampai berbaju serba putih menyambutku dengan senyum manisnya.
“Pak Rafi ya...”
“Ya... Saya temannya Mas Anto yang akan menyewa kamar disini. Lho, kamu kan pernah kerja dirumah tetanggaku...?.” jawabku surprise.
Perawat ini memang pernah bekerja pada tetanggaku di Bintaro sebagai baby sitter.
“Iya… Saya dulu pengasuhnya Aurelia. Saya keluar dari sana karena ada rencana untuk kimpoi lagi. Saya kan dulu janda pak... tapi mungkin belum jodo... Eee dianya pergi sama orang lain... ya sudah, akhirnya saya kerja di sini...” Mataku memandangi sekujur tubuhnya.Tati (nama si perawat itu) secara fisik memang tidak pantas menjadi seorang perawat.
Kulitnya putih mulus, wajahnya manis, rambutnya hitam sebahu, buah dadanya sedang menantang, dan kakinya panjang semampai. Kedua matanya yang bundar memandang langsung mataku, seakan ingin mengatakan sesuatu.
Aku tergagap dan berkata;
“Ee... Mbak Tati, Bapak ada...?.”
“Bapak sedang tidur. Tapi Mas Anto sudah nitip sama saya. Mari saya antarkan kekamar...”
Tati menunjukkan kamar yang sudah disediakan untukku. Kamar yang luas, ber-AC, tempat tidur besar, kamar mandi sendiri dan sebuah meja kerja. Aku meletakkan koporku dilantai sambil melihat berkeliling, sementara Tati merunduk merapikan sprei ranjangku. Tanpa sengaja aku melirik Tati yang sedang menunduk. Dari balik baju putihnya yang kebetulan berdada rendah, terlihat dua buah dadanya yang ranum bergayut dihadapanku. Ujung buah dada yang berwarna putih itu ditutup oleh BH berwarna pink. Darahku terkesiap.
Ahh… perawat cantik, janda, dirumah yang relatif kosong.
Sadar melihat aku terkesima akan keelokan buah dadanya, dengan tersipu-sipu Tati menghalangi pemandangan indah itu dengan tangannya.
“Semuanya sudah beres Pak… silakan beristirahat...”
“Ee…, ya.., terima kasih” Jawabku seperti baru saja terlepas dari lamunan panjang.
Sore itu aku berkenalan dengan ayah Anto yang sudah pikun itu. Ia tinggal sendiri dirumah itu setelah ditinggalkan oleh istrinya lima tahun yang lalu. Selama beramah-tamah dengan sang Bapak, mataku tak lepas memandangi Tati. Sore itu Ia menggunakan daster tipis yang dikombinasikan dengan celana kulot yang juga tipis. Buah dadanya nampak semakin menyembul dengan dandanan seperti itu.
Dirumah itu ada seorang pembantu berumur sekitar 17tahun. Mukanya manis, walaupun tidak secantik Tati. Badannya bongsor dan motok. Ani namanya. Ia yang sehari-hari menyediakan makan untukku.
Hari demi hari berlalu. Karena kepiawaianku dalam bergaul, aku sudah sangat akrab dengan orang-orang dirumah itu. Bahkan Ani sudah biasa mengurutku dan Tati sudah berani untuk ngobrol di kamarku. Bagi janda muda itu, aku sudah merupakan tempat mencurahkan isi hatinya. Begitu mudah keakraban itu terjadi hingga kadang-kadang Tati merasa tidak perlu mengetuk pintu sebelum masuk kekamarku.
Sampai suatu malam, ketika itu hujan turun dengan lebatnya. Aku, karena sedang suntuk memasang VCD porno kesukaanku dilaptopku. Tengah asyik-asyiknya aku menonton tanpa sadar aku menoleh kearah pintu,
Astaga…,
Tati tengah berdiri disana sambil juga ikut menonton. Rupanya aku lupa menutup pintu, dan Ia tertarik akan suara-suara erotis yang dikeluarkan oleh film produksi Vivid Interactive itu. Ketika sadar bahwa aku mengetahui kehadirannya, Tati tersipu dan berlari keluar kamar.
“Mbak Tati..” Panggilku seraya mengejarnya keluar. Kuraih tangannya dan kutarik kembali kekamarku.
“Mbak Tati… mau nonton bareng...?. Ngga apa-apa kok...”
“Ah, ngga Pak… malu aku...” Katanya sambil melengos.
“Lho.., kok malu.., kayak sama siapa saja.., kamu itu.., wong kamu sudah cerita banyak tentang diri kamu dan keluarga.., dari yang jelek sampai yang bagus.., masak masih ngomong malu sama aku...?.” Kataku seraya menariknya kearah ranjangku.
“Yuk kita nonton bareng yuk..” Aku mendudukkan Tati di ranjangku dan pintu kamarku kukunci.
Dengan santai aku duduk disamping Tati sambil mengeraskan suara laptopku. Adegan-adegan erotis yang diperlihatkan kedua bintang porno itu memang menakjubkan. Mereka bergumul dengan buas dan saling menghisap. Aku melirik Tati yang sedari tadi takjub memandangi adegan-adegan panas tersebut. Terlihat ia berkali-kali menelan ludah. Nafasnya mulai memburu dan buah dadanya terlihat naik turun. Aku memberanikan diri untuk memegang tangannya yang putih mulus itu. Tati tampak sedikit kaget, namun Ia membiarkan tanganku membelai telapak tangannya. Terasa benar bahwa telapak tangan Tati basah oleh keringat. Aku membelai-belai tangannya seraya perlahan-lahan mulai mengusap pergelangan tangannya dan terus merayap kearah ketiaknya. Tati nampak pasrah saja ketika aku memberanikan diri melingkarkan tanganku kebahunya sambil membelai mesra bahunya. Namun Ia belum berani untuk menatap mataku. Sambil memeluk bahunya, tangan kananku kumasukkan kedalam daster melalui lubang lehernya. Tanganku mulai merasakan montoknya pangkal buah dada Tati. Kubelai-belai seraya sesekali kutekan daging empuk yang menggunung didada bagian kanannya.
Ketika kulihat tak ada reaksi dari Tati, secepat kilat kusisipkan tangganku ke dalam BH-nya, kuangkat cup BH-nya dan kugenggam buah dada ranum si janda muda itu.
“Ohh.., Pak…, jangan..”, Bisiknya dengan serak seraya menoleh kearahku dan mencoba menolak dengan menahan pergelangan tangan kananku dengan tangannya.
“Sshh…, ngga apa-apa Mbak…, ngga apa-apa..”.
“Nanti ketauanhh..”.
“Nggaa…, jangan takut..”, Kataku seraya dengan sigap memegang ujung puting buah dada Tati dengan ibu jari dan telunjukku, lalu kupelintir-pelintir kekiri dan kekanan.
“Ooh.., hh.., Pak.., Ouh.., jj.., jjanganhh.., ouh..”, Tati mulai merintih-rintih sambil memejamkan matanya.
Pegangan tangannya mulai mengendor dipergelangan tanganku.
Saat itu juga, kusambar bibirnya yang sedari tadi sudah terbuka karena merintih-rintih.
“Ouhh.., mmff.., cuphh.., mpffhh..”, Dengan nafas tersengal-sengal Tati mulai membalas ciumanku.
Kucoba mengulum lidahnya yang mungil, ketika kurasakan Ia mulai membalas sedotanku. Bahkan Ia kini mencoba menyedot lidahku ke dalam mulutnya seakan ingin menelannya bulat-bulat.
Tangannya kini sudah tidak menahan pergelanganku lagi, namun kedua-duanya sudah melingkari leherku. Malahan tangan kanannya digunakannya untuk menekan belakang kepalaku sehingga ciuman kami berdua semakin lengket dan bergairah. Momentum ini tak kusia-siakan. Sementara Tati melingkarkan kedua tangannya dileherku, aku pun melingkarkan kedua tanganku dipinggangnya. Aku melepaskan bibirku dari kulumannya dan aku mulai menciumi leher putih Tati dengan buas.
“Aahh... Ouhh...” Tati menggelinjang kegelian dan tanganku mulai menyingkap daster dibagian pinggangnya.
Kedua tanganku merayap cepat kearah tali BH-nya dan terlepaslah BH-nya dan dengan sigap kualihkan kedua tanganku kedadanya.
Saat itulah kurasakan betapa kencang dan ketatnya kedua buah dada Tati. Kenikmatan meremas-remas dan mempermainkan putingnya itu terasa betul sampai keujung sarafku. Penisku yang sedari tadi sudah menegang terasa semakin tegang dan keras. Rintihan-rintihan Tati mulai berubah menjadi jeritan-jeritan kecil terutama saat kuremas buah dadanya dengan keras. Tati sekarang lebih mengambil inisiatif. Dengan nafasnya yang sudah sangat terengah-engah, Ia mulai menciumi leher dan mukaku. Ia bahkan mulai berani menjilati dan menggigit daun telingaku ketika tangan kananku mulai merayap ke arah selangkangannya. Dengan cepat aku menyelipkan jari-jariku kedalam kulotnya melalui perut, langsung kedalam celana dalamnya. Walaupun kami berdua masih dalam keadaan duduk berpelukan diatas ranjang, posisi paha Tati saat itu sudah dalam keadaan mengangkang seakan memberi jalan bagi jari-jemariku untuk secepatnya mempermainkan kemaluannya.
Hujan semakin deras saja mengguyur kota Bandung. Sesekali terdengar suara guntur bersahutan. Namun cuaca dingin tersebut sama sekali tidak mengurangi gairah kami berdua disaat itu. Gairah seorang lajang yang memiliki libido yang sangat tinggi dan seorang janda muda yang sudah lama sekali tidak menikmati sentuhan lelaki. Tati mengeratkan pelukannya dileherku ketika jemariku menyentuh bulu-bulu lebat diujung vaginanya. Ia menghentikan ciumannya dikupingku dan terdiam sambil terus memejamkan matanya. Tubuhnya terasa menegang ketika jari tengahku mulai menyentuh vaginanya yang sudah terasa basah dan berlendir itu. Aku mulai mempermainkan vagina itu dan membelainya keatas dan kebawah. “Ouuhh Pak.., ouhh.., aahh.., g..g.ggelliiihh”.
Tati sudah tidak bisa berkata-kata lagi selain merintih penuh nafsu ketika klitorisnya kutemukan dan kupermainkan. Seluruh badan Tati bergetar dan bergelinjang. Ia nampak sudah tak dapat mengendalikan dirinya lagi. Jeritan-jeritannya mulai terdengar keras. Sempat juga aku kawatir dibuatnya. Jangan-jangan seisi rumah mendengar apa yang tengah kami lakukan. Namun kerasnya suara hujan dan geledek diluar rumah menenangkanku. Benda kecil sebesar kacang itu terasa nikmat diujung jari tengahku ketika aku memutar-mutarnya. Sambil mempermainkan clitorisnya, aku mulai menundukkan kepalaku dan menciumi buah dadanya yang masih tertutupi oleh daster.
Seolah mengerti, Tati menyingkapkan dasternya keatas, sehingga dengan jelas aku bisa melihat buah dadanya yang ranum, kenyal dan berwarna putih mulus itu bergantung dihadapanku. Karena nafsuku sudah memuncak, dengan buas kusedot dan kuhisap buah dada yang berputing merah jambu itu. Putingnya terasa keras didalam mulutku menandakan nafsu janda muda itu pun sudah sampai dipuncak. Tati mulai menjerit-jerit tidak karuan sambil menjambak rambutku.
Sejenak kuhentikan hisapanku dan bertanya;
“Enak Mbak...?.”.
Sebagai jawabannya, Tati membenamkan kembali kepalaku ke dalam ranumnya buah dadanya. Jari tengahku yang masih mempermainkan clitorisnya kini kuarahkan ke lubang vagina Tati yang sudah menganga karena basah dan posisi pahanya yang mengangkang. Dengan pelan tapi pasti kubenamkan jari tengahku itu ke dalamnya.
“Auuhh.., P..,Paak.., Ahh”. Tati menjerit dan menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang. “Terrusshh.., Auhh..”. Kugerakkan jariku keluar masuk divaginanya dan Tati menggoyangkan pingggulnya mengikuti irama keluar masuknya jemariku itu.
Aku menghentikan ciumanku dibuah dada Tati dan mulai mengecup bibir ranum janda itu. Matanya tak lagi terpejam, tapi memandang sayu kemataku seakan berharap kenikmatan yang Ia rasakan ini jangan pernah berakhir. Tangan kiriku yang masih bebas, membimbing tangan kanan Tati kebalik celana pendekku. Ketika tangannya menyentuh penisku yang sudah sangat keras dan besar itu, terlihat Ia agak terbelalak karena belum pernah melihat bentuk yang panjang dan besar seperti itu. Tati meremas penisku dan mulai mengocoknya naik turun naik turun, kocokan yang nikmat yang membuatku tanpa sadar melenguh,
“Ahh.., Mbaak.., enaknya.., terusin...”
Saat itu kami berdua berada pada puncaknya nafsu.
Aku yakin bahwa Mbak Tati sudah ingin secepatnya memasukkan penisku kedalam vaginanya. Ia tidak mengatakannya secara langsung, namun dari tingkahnya menarik penisku dan mendekatkannya kevaginanya sudah merupakan pertanda. Namun, saat detik-detik yang paling menggairahkan itu terdegar suara si Bapak tua berteriak.
“Tatiii…, Tatiii...” Kami berdua tersentak.
Kukeluarkan jemariku dari vaginanya, Tati melepaskan kocokannya dan Ia membenahi pakaian dan rambutnya yang berantakan. Sambil mengancingkan kembali BH-nya. Ia keluar dari kamarku menuju kamar Bapak tua itu.
Sialan...!!!. Kepalaku terasa pening. Begitulah penyakitku kalau libidoku tak tersalurkan.
Beberapa saat lamanya aku menanti siapa tahu janda muda itu akan kembali kekamarku. Tapi nampaknya Ia sibuk mengurus orang tua pikun itu, sampai aku tertidur. Entah berapa lama aku terlelap, tiba-tiba aku merasa napasku sesak. Dadaku serasa tertindih suatu beban yang berat. Aku terbangun dan membuka mataku. Aku terbelalak, karena tampak sesosok tubuh putih mulus telanjang bulat menindih tubuhku.
“Mbak Tati...?.” Tanyaku tergagap karena masih mengagumi keindahan tubuh mulus yang berada diatas tubuhku.
Lekukan pinggulnya terlihat landai dan perutnya terasa masih kencang. Buah dadanya yang lancip dan montok itu menindih dadaku yang masih terbalut piyama itu. Seketika, rasa kantukku hilang. Mbak Tati tersenyum simpul ketika tangannya memegang celanaku dan merasakan betapa penisku sudah kembali menegang.
“Kita tuntaskan ya Mbak...?.” Kataku sambil menyambut kuluman lidahnya.
Sambil dalam posisi tertindih aku menanggalkan seluruh baju dan celanaku. Kegairahan yang sempat terputus itu, mendadak kembali lagi dan terasa bahkan lebih menggila. Kami berdua yang sudah dalam keadaan bugil saling meraba, meremas, mencium, merintih dengan keganasan yang luar biasa. Mbak Tati sudah tidak malu-malu lagi menggoyangkan pinggulnya diatas penisku sehingga bergesekan dengan vaginanya.
Tidak lebih dari lima menit, aku merasakan bahwa nafsu syahwat kami sudah kembali berada dipuncak. Aku tak ingin kehilangan momen lagi. Kubalikkan tubuh Tati, dan kutindih sehingga keempukan buah dadanya terasa benar menempel didadaku. Perutku menggesek nikmat perutnya yang kencang dan penisku yang sudah sangat menegang itu bergesekan dengan vaginanya.
“Mbak.., buka kakinya.., sekarang kamu akan merasakan sorganya dunia Mbak...” Bisikku sambil mengangkangkan kedua pahanya.
Sambil tersengal-sengal Tati membuka pahanya selebar-lebarnya. Ia tersenyum manis dengan mata sayunya yang penuh harap itu.
“Ayo Pak.., masukkan sekarang...” Aku menempelkan kepala penisku yang besar itu dimulut vagina Tati.
Perlahan-lahan aku memasukkannya kedalam, semakin dalam, semakin dalam dan,
“Aaa.., Aooohh.., Paakh.., Aahh..”, rintihnya sambil membelalakkan matanya ketika hampir seluruh penisku kubenamkan kedalam vaginanya. Setelah itu,
“Blesss....” Dengan sentakan yang kuat kubenamkan habis penisku diiringi jeritan erotisnya. “Ahh.., besarnyah.., ennnakk Paakh...”
Aku mulai memompakan penisku keluar masuk. Gerakanku makin cepat dan cepat. Semakin cepat gerakanku, semakin keras jeritan Tati terdengar dikamarku. Pinggul janda muda itu pun berputar-putar dengan cepat mengikuti irama pompaanku. Kadang-kadang pinggulnya sampai terangkat-angkat untuk mengimbangi kecepatan naik turunnya pinggulku. Buah dadanya yang terlihat bulat dalam keadaan berbaring itu bergetar dan bergoyang kesana kemari. Sungguh menggairahkan.
Tiba-tiba aku merasakan pelukannya semakin mengeras. Terasa kuku-kukunya menancap dipunggungku. Otot-ototnya mulai menegang. Nafas perempuan itu juga semakin cepat. Tiba-tiba tubuhnya mengejang, mulutnya terbuka, matanya terpejam dan alisnya merengut.
“Aaahh..”.
Tati menjerit panjang seraya menjambak rambutku dan penisku yang masih bergerak masuk keluar itu terasa disiram oleh suatu cairan hangat. Dari wajahnya yang menyeringai, tampak janda muda itu tengah menghayati orgasmenya yang mungkin sudah lama tidak pernah Ia alami itu. Aku tidak mengendurkan goyangan pinggulku, karena aku sedang berada dipuncak kenikmatanku.
“Mbak.., goyang terus Mbak.., aku juga mau keluar..”. Tati kembali menggoyang pinggulnya dengan cepat dan beberapa detik kemudian, seluruh tubuhku menegang.
“Keluarkan didalam saja pak....” Bisik Tati, Aku masih pakai IUD”. Begitu Tati selesai berbisik, aku melenguh;
“Mbak.., aku keluar.., aku keluarr.., Aaahh..” Dan,
“Creeet.., Creeet.., Croooth...” Kubenamkan penisku dalam-dalam divagina perempuan itu.
Seakan mengerti, Tati mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga puncak kenikmatan ini terasa benar hingga ketulang sumsumku.
Kami berdua terkulai lemas sambil memejamkan mata. Pikiran kami melayang-layang entah kemana. Tubuhku masih menindih tubuh montok Tati. Kami berdua masih saling berpelukan dan aku pun membayangkan hari-hari penuh kenikmatan yang akan kualami sesudah itu di Bandung.
Sejak kejadian malam itu, kesibukan dikantorku yang luar biasa membuatku sering pulang larut malam. Kepenatanku selalu membuatku langsung tertidur lelap. Kesibukan ini bahkan membuat aku jarang bisa berkomunikasi dengan Tati. Walaupun begitu, sering juga aku mempergunakan waktu makan siangku untuk mampir kerumah dengan maksud untuk melakukan seks during lunch. Sayang, diwaktu tersebut ternyata Ayah Anto senantiasa dalam keadaan bangun sehingga niatku tak pernah kesampaian. Namun suatu hari aku cukup beruntung walaupun orang tua itu tidak tidur. Aku mendapat apa yang kuinginkan.
Saat itu Tati diminta oleh Ayah Anto untuk mengambil sesuatu dikamarnya. Melihat peluang itu, aku diam-diam mengikutinya dari belakang. Kamar ayah Anto memang tidak terlihat dari tempat dimana orang tua itu biasa duduk. Sesampainya dikamar kuraih pinggang semampai perawat itu dari belakang. Tati terkejut dan tertawa kecil ketika sadar siapa yang memeluknya dan tanpa basa-basi langsung menyambut ciumanku dengan bibirnya yang mungil itu sambil dengan buas mengulum lidahku. Ia memang sudah tidak malu-malu lagi seperti awal pertemuan kami.
Janda cantik itu sudah menunjukkan karakternya sebagai seorang pecinta sejati yang tanpa malu-malu lagi menunjukkan kebuasan gairahnya. Kadang aku tidak mengerti, kenapa suaminya tega meninggalkannya. Namun analisaku mengatakan, suaminya tak mampu mengimbangi gejolak gairah Tati diatas ranjang dan untuk menutupi rasa malu yang terus menerus terpaksa Ia meninggalkan perempuan muda itu untuk hidup bersama dengan perempuan lain yang lebih ‘low profile’. Aku memang belum sempat menanyakan pada Tati bagaimana Ia menyalurkan kebutuhan biologisnya disaat menjanda. Aku berpikir, bahwa masturbasi adalah jalan satu-satunya.
Kami berdua masih saling berciuman dengan ganas ketika dengan sigap aku menyelipkan tanganku kebalik baju perawatnya yang putih itu. Sungguh terkejut ketika aku sadar bahwa Ia sama sekali tidak memakai BH sehingga dengan mudahnya kuremas buah dada kanannya yang ranum itu.
“Kok ngga pakai BH Mbak...?.” Sambil menggelinjang dan mendesah, Ia menjawab sambil tersenyum nakal.
“Supaya gampang diremas sama kamu...” Benar-benar jawaban yang menggemaskan.
Kembali kukulum bibir dan lidahnya yang menggairahkan itu sambil dengan cepat kubuka kancing bajunya yang pertama, kedua dan ketiga. Lalu tanpa membuang waktu kutundukkan kepalaku, dengan tangan kananku kukeluarkan buah dada kanannya dan kuhisap sedemikian rupa sehingga hampir setengahnya masuk kedalam mulutku. Tati mulai mengerang kegelian,
“Ouhh.., geli Mas.., geliii.., Aahh...”
Sejak kejadian malam itu, Ia memang membiasakan dirinya untuk memanggilku 'Mas'. Sambil menggelinjang dan merintih, tangan kanan Tati mulai mengelus-elus bagian depan celana kantorku.
Penisku yang terletak tepat dibaliknya terasa semakin menegang dan menegang. Jari-jari lentik perempuan itu berusaha untuk mencari letak kepala penisku untuk kemudian digosok-gosoknya dari luar celana. Sensasi itu membuat nafasku semakin memburu seperti layaknya nafas kuda yang tengah berlari kencang. Seakan tak mau kalah darinya, tangan kiriku berusaha menyingkap rok janda muda itu dan dengan sigap kugosokkan jari-jemariku dicelana dalamnya. Tepat diatas vaginanya, celana dalam Tati terasa sudah basah.
Sungguh hebat...!!!!.
Hanya dalam beberapa menit saja, ia sudah sedemikian terangsangnya sehingga vaginanya sudah siap untuk dimasuki oleh penisku.
Tanpa membuang waktu kuturunkan celana dalam tipis yang kali ini berwarna hitam, kudorong tubuh montok perawat itu kedinding, lalu kuangkat paha kanannya sehingga dengkulnya menempel dipinggangku. Dengan sigap pula kubuka ritsluiting celanaku dan kukeluarkan penisku yang sudah sangat tegang dan besar itu. Tati sudah nampak pasrah. Ia hanya bersender didinding sambil memejamkan matanya dan memeluk bahuku.
“Tatiii.., mana minyak tawonnya.., kok lama betuul...” Suara orang tua itu terdengar dengan keras.
Sungguh menjengkelkan. Tati sempat terkejut dan nampak panik ketika kemudian aku berbisik,
“Tenang Mbak.., jawab aja.., kita selesaikan dulu ini.., kamu mau kan...?.” Ia mengangguk seraya tersenyum manis.
“Sebentar Pak...” teriaknya.
“Minyak tawonnya keselip entah kemana.., ini lagi dicari kok”. Ia tertawa cekikikan, geli mendengar jawaban spontannya sendiri.
Namun tawanya itu langsung berubah menjadi jerikan erotis kecil ketika kupukul-pukulkan kepala penisku keselangkangannya.
Perlahan-lahan kutempelkan kepala penisku itu dipintu vaginanya. Sambi kuputar-putar kecil kudorong pinggulku perlahan-lahan. Tati ternganga sambil terengah-engah.
“Aaahh.., Aaahh.., Oouhh.., Mas.., besar sekali.., pelan-pelan Mas..pelan-pelanhh..” Dan,
“Aaaah...” Tati menjerit kecil ketika kumasukkan seluruh penisku kedalam vaginanya yang becek dan terasa sangat sempit dalam posisi berdiri ini.
Aku menyodokkan penisku maju mundur dengan gerakan yang percepatannya meningkat dari waktu kewaktu. Tubuh Tati terguncang-guncang, buah dadanya bergayut kekiri dan kanan, jeritannya semakin menjadi-jadi.
Aku sudah tak peduli kalau Ayah Anton sampai mendengarkan jeritan perempuan itu. Nafsuku sudah naik kekepala. Janda muda ini memang memiliki daya pikat seks yang luar biasa. Walaupun Ia hanya seorang perawat, namun kemulusan dan kemontokan badannya sungguh setara dengan perempuan kota jaman sekarang. Sangat terawat dan nikmat sekali bila digesek-gesekkankan dikulit kita. Gerakan pinggulku semakin cepat dan semakin cepat. Mulutku tak puas-puasnya menciumi dan menghisap puting buah dadanya yang meruncing panjang dan keras itu. Buah dadanya yang kenyal itu hampir seluruhnya dibasahi oleh air liurku. Aku memang sedang nafsu berat. Aku merasakan bahwa sebentar lagi aku akan orgasme dan bersamaan dengan itu juga tubuh Tati menegang.
Kupercepat gerakan pinggulku dan tiba-tiba,
“Aaahh.., Mas.., Masss, aku keluarrr.., Aaahh...” Jeritnya.
Saat itu juga kusodokkan penisku kedalam vagina janda muda itu sekeras-kerasnya dan, “Creeet.., Creeet.., Croooth...”
“Ahh…, Mbaak...” erangku sambil meringis.
Menikmati puncak orgasme kami yang waktunya jatuh bersamaan itu. Kami berpelukan sesaat dan Tati berbisik dengan suara serak;
“Mas.., aku ngga pernah dipuasin laki-laki seperti kamu muasin aku.., kamu hebat...” Aku tersenyum simpul.
“Mbak., aku masih punya 1001 teknik yang bisa membuat kamu melayang sampai surga ke-7.., ngga bosan kan kalo lain waktu aku praktekkan sama kamu...?.” Perlahan Tati menurunkan paha kanannya dan mencabut penisku dari vaginanya.
“Bosan...?. Aku gila apa.., yang beginian ngga akan membuatku bosan.., kalau bisa tiap hari aku mau Mas...”
Benar-benar luar biasa libido perempuan ini. Beruntung aku mempunyai libido yang juga luar biasa besarnya. Sebagai partner seks, kami benar-benar seimbang.
Setelah kejadian siang itu, aku dan Tati seperti pengantin baru saja. Tak ada waktu luang yang tak terlewatkan tanpa nafsu dan birahi. Walaupun demikian, aku tekankan pada Tati, bahwa hubungan antara aku dan dia, hanyalah sebatas hubungan untuk memuaskan nafsu birahi saja. Aku dan dia punya hak untuk berhubungan dengan orang lain. Tati si janda muda yang sudah merasakan kenikmatan seks bebas itu tentu saja menyetujuinya.
Suatu hari, Tati masuk kedalam kamarku dan Ia berkata;
“Mas, aku akan mengambil cuti selama satu bulan. Aku harus mengurusi masalah tanah warisan dikampungku..”.
“Lha.., kalau Mbak pulang, siapa yang akan mengurusi Bapak...?." Tanyaku sambil membayangkan betapa kosongnya hari-hariku selama sebulan kedepan.
“Mas Anto bilang, akan ada adik Bapak yang akan menggantikan aku selama satu bulan.., namanya Mbak Ine.., dia ngga kimpoi.., umurnya sudah hampir 40 tahun.., orangnya baik kok.., cerewet.., tapi ramah..”. Yah apa boleh buat, aku terpaksa kehilangan seorang teman berhubungan seks yang sangat menggairahkan. Hitung-hitung cuti satu bulan.., atau kalau berpikir positif.., its time to look for a new partner.!!!.,.
***Bersambung : Gairah Seks Teteh Ine

No comments:

POSTING BLOG TERPOPULER